Lebak, Aktual.com – Persedian pangan di kawasan masyarakat Badui yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten melimpah dari hasil panen padi huma dan bantuan beras melalui program e-waroeng.

“Warga Badui hingga kini belum pernah mengalami kerawanan pangan, meski saat ini pandemi COVID-19,” kata tetua masyarakat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jaro Saija di Lebak, Sabtu (16/5).

Masyarakat Badui di berbagai wilayah yang mengembangkan pertanian ladang sudah memanen padi huma dengan hasil cukup lumayan, sebab tidak ada serangan hama maupun penyakit organisme pengganggu tanaman (OPT).

Mereka para petani Badui dapat menyimpan gabah di lumbung-lumbung pangan yang didirikan di belakang rumah untuk persediaan pangan keluarga.

Selama ini, persediaan pangan masyarakat Badui berjumlah 11.600 jiwa terpenuhi, bahkan beras untuk keluarga sejahtera atau sekarang program e-waroeng sudah dibagikan.

“Kami menjamin persediaan pangan dipastikan aman untuk warga Badui dan terpengaruh adanya pandemi virus corona itu,” katanya menjelaskan.

Ia mengatakan kehidupan ekonomi masyarakat Badui hingga kini masih mengandalkan dari bercocok tanam di ladang dengan menanam pisang, padi huma, sayur-sayuran, buah-buahan hingga tanaman keras.

Sebagian hasil ladang itu jika musim panen dijual ke Pasar Rangkasbitung di antaranya durian, daun sereh, pisang, petai, nangka berit dan manggis.

Sedangkan, panen padi huma untuk kebutuhan pangan keluarga.

Selama ini, ujar dia, masyarakat Badui belum pernah terjadi kelaparan karena kebutuhan pangan melimpah.

“Kami setiap panen padi huma disimpan dalam gudang dan tidak dijualnya, sehingga persediaan pangan cukup untuk kebutuhan keluarga,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar mengatakan pihaknya mengapresiasi masyarakat Badui hingga kini mampu mempertahankan produksi pangan hingga surplus dan belum pernah terjadi ancaman kelaparan.

Mereka mengembangkan tanaman padi gogo di lahan-lahan darat untuk berladang huma dengan menggunakan benih lokal.

Masa produksi benih lokal hingga enam bulan bisa dipanen juga jika panen padi huma mereka tidak dijual, namun mereka menyimpan di lumbung pangan atau leiut.

Petani Badui menanam padi huma di lahan perbukitan dengan kontur tanah miring atau menaik sejak dari nenek moyangnya itu.

Bahkan, mereka petani Badui hingga kini tidak menggunakan pestisida maupun pupuk kimia karena bertentangan dengan adat setempat.

Untuk menyuburkan lahan pertanian, kata dia, masyarakat Badui menggunakan pupuk alami yakni menumbuk daun mengkudu atau kulit jeruk juga kotoran ayam kemudian disebar pada tanaman itu.

“Kami berharap kearifan lokal yang dilestarikan masyarakat Badui terus dipertahankan guna memenuhi kebutuhan pangan,” jelasnya.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin