Jakarta, aktual.com – Skandal besar mengguncang Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) setelah terungkap sengaja memperlambat pemeriksaan terhadap SMRC dan Indikator Politik Indonesia (IPI) terkait perbedaan hasil survei Pilgub Jateng. Sikap ini semakin mempertebal dugaan ketidakobjektifan dan konflik kepentingan dalam tubuh Persepi, menghancurkan kredibilitas lembaga yang seharusnya menjadi penjaga etika survei nasional.
Kontroversi ini mencuat ke permukaan melalui serangkaian pernyataan kontroversial yang disampaikan di Jakarta. Hamdi Muluk, anggota Dewan Etik Persepi, dengan entengnya mengatakan sibuk. Perbedaan tanggapan ini jauh berbeda saat mengambil Tindakan atas perbedaan survei Jakarta antara LSI dan Poltracking.
“Tunggu ketersediaan waktu dewan etik yang juga sibuk-sibuk,” kata Hamdi.
Jawaban ini membukti pemeriksaan terhadap perbedaan hasil survei Jawa Tengah dari SMRC dan Indikator yang signifikan bukanlah prioritas mendesak.
Persepi, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas survei politik, justru menunjukkan keengganan yang mencurigakan untuk segera memeriksa SMRC dan IPI. Reaksi lambat Persepi ini semakin memperkuat spekulasi bahwa ada agenda tersembunyi yang ingin dilindungi dalam asosiasi.
Fakta bahwa pemilik SMRC, Saiful Mujani, adalah bagian dari anggota Dewan Etik Persepi semakin memperkeruh situasi. Kondisi ini menciptakan konflik kepentingan yang nyata, di mana Saiful Mujani berpotensi memerankan dua peran sekaligus: sebagai “pemain dan wasit” dalam satu pertandingan, menunjukkan betapa rapuhnya sistem etika dalam Persepi.
Perbedaan hasil survei antara SMRC dan IPI untuk Pilgub Jateng 2024 sangatlah signifikan dan mengkhawatirkan. IPI melaporkan elektabilitas Andika Perkasa sebesar 43,46%, sementara SMRC menyatakan angka 50,4% – perbedaan yang mencapai 9% dan jauh melampaui toleransi, menunjukkan adanya anomali serius yang membutuhkan investigasi mendalam.
Lebih mencurigakan lagi, kedua lembaga survei ini melakukan pengambilan data dalam periode yang hampir bersamaan. SMRC melakukan survei pada 7-12 November, sementara IPI pada 7-13 November. Perbedaan hasil yang begitu besar dalam rentang waktu yang sama seharusnya menjadi alarm bagi Persepi untuk segera bertindak, bukan malah mengulur waktu dengan berbagai alasan.
Tekanan publik yang semakin kuat akhirnya memaksa Dewan Etik untuk berjanji akan memeriksa kedua lembaga survei tersebut, meskipun dengan enggan dan tanpa kejelasan waktu.
“Dewan etik akan memanggil juga kita harus liat struktur data, iya kalo semuanya ada pertanyaan publik memang kewajiban dewan etik harus memeriksa,” ujar Hamdi.
Skandal ini semakin membuktikan Persepi miskin integritas dan objektifitas akibat kontroversi sebelumnya terkait perbedaan hasil survei di Pilgub Jakarta. Kredibilitas Persepi kini berada di titik nadir, ditandai dengan keluarnya tiga lembaga survei terkemuka dari keanggotaan, menunjukkan betapa buruknya kredibiltas Persepi.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain