Jakarta, Aktual.com — Izin pengerjaan proyek pembangunan 21 gardu induk jaringan dan pembangkit Jawa-Bali-Nusa Tenggara milik Perusahaan Listrik Negara tahun anggaran 2011-2013, dengan metode tahun jamak (multiyears) disetujui oleh Kementerian ESDM ketika dipimpin Jero Wacik.

Demikian disampaikan kuasa hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra ketika mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Selasa (16/6).

“Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) tentang ‘multiyears’ diizinkan ESDM. Disetujui atau tidak itu terjadi pada saat pak Dahlan sudah tidak lagi menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PLN karena beliau sudah mengakhiri (masa jabatan sebagai Dirut PLN) pada 20 Oktober 2011,” papar Yusril di Kejati DKI.

Lebih jauh disampaikan Yusril, usulan pengerjaan proyek pembangunan 21 gardu induk dengan metode tahun jamak memang diusulkan oleh Dahlan ketika menjabat sebagai Direktur Utama PLN, pada awal 2011.

Namun demikian, pengajuan itu sempat ditolak oleh Menkeu. Pasalnya, dalam proposal tersebut masih terdapat permasalahan mengenai lahan pembangunan gardu induk.

“Pada Februari 2011 pertama kali pak Dahlan mengusulkan kepada Menteri ESDM agar proyek ini jadi ‘multiyears’. Kemudian ada bahan data pada Agustus untuk memperkuat usulan pada Februari karena kesulitan pada tanah itu,” kata dia.

“Menteri ESDM menyampaikan usulan itu pada Menkeu, karena ada peraturan dari Menkeu yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa tidak dibolehkan proyek multiyears itu,” kata dia lagi.

Seperti diketahui, pasca penetapan Dahlan sebagai tersangka kasus pembangunan 21 gardu induk, pihak Kejati DKI membeberkan pelanggaran yang diduga terjadi dalam proyek yang memakan anggara Rp 1,063 triliun itu.

Salah satu permasalahannya adalah mengenai metode tahun jamak. Pihak Kejati menduga ketika proyek tersebut disetujui, permasalahan mengenai lokasi pembangunan gardu masih belum selesai.

Selain itu, dalam kasus tersebut juga terungkap, bahwa sekitar 13 garud yang sudah dibangun tidak berfungsi dengan baik. Namun demikian, diketahui beberapa perusahaan rekanan sudah mendapatkan pembayaran hingga termin kedua.

Dahlan sendiri disinyalir telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai kuasa pengguna anggaran. Dia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu