Jakarta, Aktual.com – Carut marutnya persiapan Pemilu 2019, menyisakan pertanyaan di kalangan masyarakat luas. Mulai dari pendaftaran partai politik (parpol) peserta Pemilu hingga pendaftaran bakal Calon Legislatif (bacaleg) pada beberapa waktu lalu.
Salah satu hal yang menjadi polemik adalah terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Calon.
Regulasi yang melarang mantan narapidana korupsi, narkoba dan kejahatan seksual ini, menuai protes karena bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Dalam UU Pemilu, mantan koruptor hanya diwajibkan jika dirinya pernah melakukan tindak pidana korupsi. PKPU tentunya melanggar undang-undang,” kata Koordinator Komite Pemilihan Indonesia (TePI) Jeirry Sumampauw.
Hal ini dikatakan Jeirry dalam diskusi bertajuk ‘Carut Marut Pendaftaran Caleg’ yang diadakan oleh Komunitas Pewarta Pemilu (KPP) bersama Bawaslu di Jakarta, Jumat (3/8).
Jeirry sendiri memiliki pengalaman yang berkaitan dengan pembuatan regulasi oleh KPU. Berdasar pengakuannya, KPU sempat mengundangnya untuk memberi masukan dalam uji publik PKPU.
Namun, yang disayangkan Jeirry, undangan KPU justru dikirim kepadanya hanya sehari sebelum uji publik itu dilakukan.
Parahnya, dengan waktu yang sangat terbatas, KPU langsung melakukan uji publik terhadap tiga aturan sekaligus.
“Bayangkan saja, kita langsung dikasih tiga bundel tebal yang belum kita baca sama sekali,” aku pria berdarah Manado ini.
Karena pengalaman itu, maka Jeirry pun tidak kaget jika persiapan Pemilu selalu bermasalah sejak tahap aturan.
“Jadi saya melihat uji publik yang dilakukan KPU hanya formalitas saja,” tutup Jeirry.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan