Jakarta, Aktual.com — Setelah tidak menemukan solusi pada tingkat pemerintah daerah, pertambangan rakyat yang dinaungi konsorsium koperasi membawa permasalahannya ke meja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Bendahara umum konsorsium koperasi, Mansur Latakka menceritakan, sejak mereka menemukan cadangan emas di Pulau Buru yang memiliki potensi kandungan sekitar 1.750 Ton, maka setelah diurus perizinan konsorsium koperasi mendapatkan 10 ha per koperasi sebagai Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
“Luas pertambangan yang ditetapkan pemerintah sesuai UU seluas 250 ha, di dalam 250 ini koperasi diberi izin 10 ha per satu koperasi dan ada 5 koperasi, idealnya koperasi harus 25 ha, tapi untuk membentuk koperasi diperlukan modal, makannya kami 5 ha dulu, berati baru 50 ha yang digarap koperasi dari luas area pertambangan 250 ha itu,” kata Mansur di kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (13/6).
Namun pihak PT Buana Pratama Sejahtera (BPS) yang dimiliki Edi Winata berupaya ingin merampas lahan yang digarap oleh rakyat dengan aksi premanisme dan meneror para pekerja di pertambangan rakyat.
Lahan yang telah digarap oleh rakyat sejak 3 tahun lalu, akhirnya berhenti beroperasi terhitung enam bulan lalu hingga saat ini. Mansur menduga upaya yang dilakukan PT BPS ingin mencaplok lahan pertambangan rakyat yang selanjutnya beralih menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
‘Mereka ingin mencaplok kita punya wilayah seperti yang terjadi di Freeport, oknum-oknum yang meneror para pekerja dan mencegah kami masuk, mereka di-support BPS dengan finansial mereka yang sangat kuat, mereka juga bergabung dengan China, karena tambang ini menggiurkan untuk dijadikan IUP,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan