Operation Head DPPU PT Pertamina (Persero) Sultan Iskandar Muda, Soni Hertanto (tengah) bersama Area Manager Communication and Relations Pertaminan MOR I, Fitri Erika (kanan) mengecek pipa mobil tangki berisi avtur untuk bahan bakar pesawat jemaah calon haji, di DPPU Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh, Minggu (7/8). Selama musim haji 2016 kebutuhan avtur di Aceh diperkirakan naik sekitar 250 persen dari bulan-bulan biasanya. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/ama/16

Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) belum mengambil sikap apapun untuk menjatuhkan sanksi kepada kontraktor Glencoe atas upaya pemalsuan atau pengiriman impor minyak oplosan, yang tidak sesuai komposisi kesepakatan dalam realisasi tender.

Diakui oleh Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Wianda Pusponegoro bahwa memang tindakan Pertamina baru hanya sebatas penolakan barang. Terkait sanksi, dia mengaku belum tahu dan menyerahkan hal itu kepada ISC Pertamina yang memang bertanggungjawab dalam urusan pengadaan atau jual beli minyak.

“Kalau masalah sanksi dan sebagainya silahkan saja antara ISC dengan Glencore. Pokoknya kalau nggak on spec, kita nggak bongkar gitu aja. Regulasi hukumannya seperti apa, saya belum tanya sama pak Daniel Purba (Vice President ISC Pertamina),” kata Wianda di Gedung Dewan Pers, Minggu (25/9).

Sebagaimana diketahui, Pertamina terpaksa melakukan penolakan dua kargo minyak Sarir dan Mesla yang tidah memenuhi komposisi kesepakatan. Namun disinyalir penolakan ini lantaran faktor terlebih dahulu diungkap media ke permukaan publik.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia, Yusri Usman mencurigai memang sepertinya ada permainan antara Pertamina dengan Glencore untuk mengambil untung dari selisih harga dalam perbedaan komposisi minyak.

Seharusnya jelas Yusri, berdasarkan mekanisme impor, sewaktu posisi kapal tersebut loading di pelabuhan negara Libya (negara asal minyak), terdapat tim surveyor untuk memeriksa kondisi barang.

Jika memang barang tersebut tidak sesuai pesanan, maka hasil laporan tim sudah bisa menjadi landasan bagi ISC Pertamina untuk melakukan penolakan, dan kapal tidak semestinya berlayar ke Indonesia. Namun anehnya, penolakan itu setelah kapal datang ke Indonesia.

“Biasanya begitu loading di port Libya, hasil surveryor Independet yang ditunjuk harus segera dikirim ke ISC. Jadi aneh kenapa sampai kapal tersebut sudah merapat di terminal penampung Balikpapan baru ditolak,” cetus Yusri.

Laporan: Dadangsah Daputra

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby