Antrean ratusan pemudik mengisi ulang BBM di SPBU Gempol Sari, Subang, Jawa Barat, Sabtu (2/7). Pertamina memperkirakan selama periode H-15 hingga H+15 Lebaran, konsumsi premium diprediksikan naik 15 persen dari 71.906 menjadi 82.496 kiloliter per hari. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) direncanakan akan membangun 14 tanki bahan bakar minyak (BBM) atau storage BBM dari total keseluruhan 50 storage BBM. Namun, ternyata dana pembangunannya menggunakan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, pembangunan storage BBM menggunakan dana ini memang cukup berat. Mestinya pembangunan ini tetap dilaksanakan, tapi dengan dana dari Pertamina sendiri.

Menurut Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir, saat dulu rapat di Komisi VII, DPR sebetulnya tidak terlalu setuju pemerintah menggunakan dana APBN membangun storage BBM yang nantinya dikelola oleh Pertamina.

“Jadi biarkan Pertamina membangun storage-nya sendiri. Itu yang harus dipikirkan oleh Pertamina,” tegas dia saat diskusi Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir du Dalam RUU Migas untuk Menuju Kesejahteraan Indonesia, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (26/9).

Padahal sebetulnya, pemerintah juga punya ‘PR’ besar dari dana yang dimiliki pemerintah. Mestinya dana yang ada itu harus digunakan untuk membangun Strategic Petroleum Reserve (SPR).

“Dari zaman Menteri Sudirman (Menteri ESDM Sudirman Said) kita minta pemerintah bangun SPR. Tapi sekarang pemerintah malah SPR-nya tidak dikerjain. Mestinya pemerintah konsentrasi di sini (bangun SPR),” jelas Inas.

Apalagi saat ini, Pertamina juga tidak memiliki buffer storage dan SPR belum ada. Bahkan mestinya, selain Pertamina badan usaha swasta juga perlu membangun storage BBM itu. Salah satunya seperti perusahaan publik PT AKR Corporindo Tbk.

“Termasuk swasta seperti AKR ditugasi juga untuk bangun storage. Sehingga dana yang pemerintah miliki bisa digunakan untuk membangun SPR. Karena SPR ini penting juga,” jelas Inas.

Bagi dia, kinerja Pertamina memang tak melulu mengincar bisnis dengan profit besar, melainkan perlu juga menjalankan kewajiban penugasan itu.

“Karena Pertamina itu tidak melulu bisnis, tapi juga menjalankan penugasan dari negara. Makanya harus memperjuangkan hajat hidup rakyat Indonesia. Untuk itu, dalam rangka membangun storage itu, Pertamina harus jaga dana APBN itu,” tandas dia.

Sejauh ini, masalah yang menghambat soal pembangunan storage ini terkendala masalah cabotage yang diatur oleh Kementerian Perhubungan. Makanya Inas juga minta agar pemerintah bergerak cepat untuk berkoordinasi dengan pemerintah lainnya.

Sebelumnya, Pertamina memasang target hingga 2020 mendatang akan membangun 15 storage (penyimpanan) untuk BBM dan 4 depo LPG (liquified petroleum gas) di wilayah Indonesia Timur yakni, Kupang, Jayapura, Ambon dan Maluku Utara.

Langkah ini merupakan bagian dari rencana pemerintah sebelumnya yang berniat bangun 25 fasilitas penyimpanan di sejumlah titik yang sebagian besar terletak di Indonesia timur, demi menekan biaya distribusi yang mahal.

Pendanaannya sendiri, diakui Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro, pembangunan fasilitas penyimpanan atau storage akan menggunakan dana baik dari APBN) maupun non APBN. Sementara untuk tambahan pasokan hingga 2020 diprediksi ada dikisaran 552.000 Kiloliter (KL) sampai akhirnya 320.000 KL.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka