Petugas memeriksa salah satu pipa di Kilang RU (Unit Pengolahan) V Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (14/4). Melalui program "Refinery Deveploment Master Plan", Pertamina akan meningkatkan kapasitas Kilang RU V dari 260 MBSD (ribu barel per hari) menjadi 360 MBSD. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/16.

Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) tengah mencari mitra strategis dan calon investor untuk bersama-sama mengembangkan proyek kilang Grass Root Refinery (GRR) di Bontang, Kalimantan Timur.

“Pembangunan dan pengoperasian kilang minyak baru di kota Bontang paling lambat 2023 dengan total investasi 12 – 15 miliar dolar AS,” kata Mega Project Refinery & Petrochemical Director Pertamina, Rachmad Hardadi di Jakarta, Rabu (22/2).

Rahmad mengatakan melalui kilang baru ini diharapkan mampu mengolah minyak mentah 300 ribu barel per hari.

Pelaksanaan pembangunan kilang baru di Bontang ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri ESDM no 7935 K/10/MEM/2016 tanggal 9 Desember 2016 yang menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk membangun dan mengoperasikan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur.

“Melalui proyek ini, Pertamina diharapkan bisa mendukung program Nawacita Presiden Jokowi, sebagai upaya meningkatkan program kemandirian energi dengan mengurangi impor BBM,” kata Rahmad.

Terkait rencana kemitraan untuk merealisasikan GRR Bontang, Pertamina akan melakukan paparan proyek pada tanggal 28 Februari 2017. Dalam kesempatan tersebut, Pertamina akan menyampaikan rencana awal pengembangan proyek, profil proyek serta konsep awal dari struktur dan model bisnis yang akan diterapkan.

Para calon investor yang berminat menjadi mitra bisa mendaftar selambat-lambatnya tanggal 24 Februari 2017 melalui grrbontang@pertamina.com. Peminat harus mengirimkan detail identitas, yakni nama, jabatan, dan alamat email beserta profil perusahaan dalam format pfd. File yang dikirim maksimum berukuran 10MB. Tempat dan waktu akan disampaikan kemudian pada para peserta yang mendaftarkan diri.

Pertamina berharap ada konsorsium yang terdiri dari Oil & Gas Company, trader, lender serta investor internasional dan lokal yang diketuai perusahaan minyak dan gas sebagai mitra strategis.

Pertamina memastikan datangnya pemodal asing dalam proyek ini mengingat besaran kebutuhan investasi. Namun tidak tertutup kemungkinan adanya investor lokal yang dapat berpartisipasi dalam konsorsium tersebut.

Untuk tahap awal Pertamina merencanakan akan ikut dalam konsorsium dengan minimal kepemilikan sekitar 5 sampai dengan 25 persen dan selanjutnya mempunyai hak atau pilihan untuk meningkatkan kepemilikan dalam periode yang akan disepakati kemudian.

Konsorsium yang terbentuk, diharapkan mampu berperan dalam pengadaan crude atau bahan baku dan menyiapkan pendanaan. Selain itu, mitra juga diharapkan mampu memasarkan produk yang tidak terserap di dalam negeri dengan mengekspornya ke pasar luar negeri seperti Australia, PNG, New Zealand dan Filipina.

Karena itu konsorsium mitra harus mempunyai rekam jejak yang kuat di industry refinery, terutama dalam hal pelaksanaan proyek serta operational excellence.

Syarat lain tentu harus sesuai dengan model bisnis yang pas dengan Pertamina. Punya niat untuk mempercepat dan merampungkan proyek pada tahun 2023, dan tentu saja bisa memberikan value added yang menarik bagi GRR Bontang.

“Dari sudut pandang bisnis, kriteria pemilihan partner tentu harus mempunyai pencapaian positif,. Tidak harus perusahaan publik. Kan mudah untuk melihat pengalaman operasional dan keberhasilannya,” kata Rachmad.

Sebagai BUMN Indonesia, Pertamina berharap agar kemitraan yang nantinya terbentuk, dalam pengambilan keputusan harus tetap memperhatikan aspek tata kelola perusahaan baik.

Selain itu juga mengedepankan kandungan lokal, sambil tetap menjaga kelangsungan bisnis. Hal yang merupakan kelaziman jika berhubungan dengan BUMN di setiap Negara.

Sampai saat ini Pertamina sudah mempunyai pengalaman positif dalam bermitra dengan pihak luar. Contoh yang sudah beroperasi adalah bekerjasama dengan SK Energy dari Korea Selatan dalam kegiatan kilang yang menghasilkan pelumas kategori Lube Base Grup III (pelumas sintetis) sejak tahun 2007 di kilang RU II Dumai.

Sedangkan yang dalam proses pengembangan yaitu tahapan engineering design adalah Kerja sama dengan Rosneft untuk kilang baru Tuban dan dengan Saudi Aramco untuk RDMP Kilang Cilacap, ujar Rachmad.

Jika melihat praktek usaha global, ada banyak contoh perusahaan sekelas Pertamina yang sukses dengan membuka diri untuk bermitra dengan pihak luar. Kisah sukses itu antara lain dialami Saudi Aramco, Kuwait Petroleum Int, BP, dan banyak perusahaan minyak kelas dunia lainnya.

Dengan bersikap terbuka, mereka mampu meningkatkan investasi untuk memperluas portofolionya secara global melampaui batas Negara. Keterbukaan untuk menerima dukungan pihak lain terbukti meningkatkan keuntungan perusahaan secara signifikan.

“Secara umum kepentingan para shareholders akan mempengaruhi cara mengambil keputusan yang menjadi lebih menantang. Para pihak bersinergi untuk mencapai goal perusahaan agar dapat memperoleh keuntungan maksimal dalam usaha patungan tersebut,” kata Rahmad.

Tantangan kedepan yang harus diantisipasi antara lain kualifikasi tim manajemen yang harus setara, baik dari Pertamina maupun dari para mitra usaha.

“Selain itu kita juga harus mengembangkan budaya untuk siap memimpin dan berkolaborasi dengan tim dari negara dan kebangsaan yang berbeda. Intinya dalam kemitraan tersebut, kita bisa menjaga rasa nasionalisme sambil tetap memberikan nilai positif kepada mitra yang telah bersedia menanamkan modalnya di Indonesia,” kata Rahmad.

“Kami optimistis, tawaran untuk menarik investor dalam bentuk kemitraan untuk merealisasikan GRR Bontang akan menemukan mitra yang tepat. Kerjasama tersebut secara bisnis akan menguntungkan semua pihak dan secara nasional memberikan nilai tambah dalam bentuk pajak dan penyerapan tenaga kerja. Bagi Negara, akan mempunyai nilai strategis, sebab menjamin security of supply karena pabriknya ada di Indonesia,” ujar dia.

Untuk pajak, Rahmad memastikan sistem perpajakan di Indonesia sangat memungkinkan untuk menarik investor, dengan adanya kebijakan tax holiday atau tax allowance.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan