Jakarta, Aktual.co — Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menilai bahwa pengaturan dan pengelolaan sektor migas nasional saat ini berada dalam kondisi yang liberal. Hal ini ditandai dengan kurangnya dominansi perusahaan pelat merah di sektor migas nasional. Bahkan, menurutnya, hingga saat ini peran PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) masih terbilang rendah, yaitu baru mencapai 20 persen.

“Dalam hal ini, BUMN kita masih sangat jauh untuk berperan menjadi tuan di negeri sendiri, bahkan dalam aturan yang ada, BUMN-BUMN milik rakyat diperlakukan cenderung sama dengan perusahaan-perusahaan asing di negara sendiri,” kata Marwan di Jakarta, Rabu (4/3).

Dikatakannya, dalam pasal 33 UUD 1945, diamanatkan bahwa pengelolaan sumber daya alam (SDA) migas nasional dilakukan oleh negara. Negara berdaulat atas SDA migas yang dimiliki lewat lima aspek kekuasaan berupa pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Tapi, ada satu hal yang hilang dari penguasaan negara dalam UU Migas No. 22 Tahun 2001, yaitu aspek pengelolaan.

“Seharusnya pengelolaan ada di tangan BUMN yang memang didesain untuk mampu melakukan berbagai aksi korporasi dan kepentingan bisnis,” ujar Marwan.

Ia melanjutkan, kewenangan ini pun beralih dari tangan perusahaan pelat merah kepada kontraktor-kontraktor migas asing lewat BP Migas–yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan kini menjadi SKK Migas.

“Hal ini terjadi karena BP Migas hanya berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan tidak punya kempuan untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pengelolaan aset secara bisnis,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka