Jakarta, Aktual.com — Keinginan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memungut Dana Ketahanan Energi (DKE) dari penjualan premium dan solar terus menuai kritik dari berbagai pihak. Selain dinilai hanya membebani masyarakat pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan premium, kebijakan tersebut dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
Ekonom Ichsanuddin Noorsy mengungkapkan, alasan Pertamina yang mengatakan jika DKE itu bersumber dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan solar dan premium perlu dicurigai lebih jauh.
“Ini kan aneh, disatu pihak PT Pertamina (Persero) selama ini mengatakan jika mengalami kerugian. Tapi di sisi lain mengatakan DKE bersumber dari keuntungan penjualan,” ucapnya ke Aktual.com, Jumat (1/1).
Menurut Noorsy, pihak pertamina diminta untuk terbuka dan jujur mengenai sumber DKE tersebut. Pasalnya, pernyataan tersebut dinilainya hanya sebagai pembelaan terhadap keputusan menteri ESDM yang telah salah mengeluarkan kebijakan tanpa dasar aturan yang jelas.
“Ada kesan pertamina hanya melindungi menteri ESDM yang salah mengeluarkan kebijakan,” tutur Noorsy.
Noorsy melanjutkan, publik dan masyarakat memang patut mencurigai pertamina yang bisa jadi menyembunyikan berbagai fakta yang mestinya diketahui oleh publik khususnya dalam pengelolaan keuangan. selama ini pengelolaan keuangan pertamina tidak dilakukan secara transparan dan terbuka.
“Masalah keuangan, tidak adanya hasil audit keuangan yang dipublikasikan oleh pertamina mengindikasikan ada masalah keuangan secara krusial di tubuh pertamina,” lanjutnya.
Padahal, tidak ada alasan bagi pertamina untuk tidak mengumumkan neraca laba ruginya. Selama ini keuntungan dan kerugian pertamina hanya diketahui oleh segelintir orang di negeri ini.
“Patut kemudian publik bertanya-tanya, kit tidak tahu apakah pertamina memang untung atau rugi selama ini,” ungkapnya.
Mestinya, beber Noorsy, pemerintah harus belajar dari berbagai kasus yang terjadi pada BUMN seperti kasus Pelindo II yang selama ini tidak transparan melakukan kegiatan bisnisnya. Pengawasan dan perencanaan tidak berlangsung secara efektif sehingga melahirkan kegiatan bisnis yang tidak sehat dan cenderung bekerja dan memberikan keuntungan hanya untuk kelompok tertentu.
“Jangan sampai pertamina juga demikian, makanya pertamina perlu segera diaudit,” beber Noorsy.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka