Sebelumnya pada rapat dengar pendapat Pertamina dengan DPR (6/6), Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik telah mengeluhkan piutang ini kepada DPR agar memdapat perhatian dan jalan solusi.

“Sebenarnya kami telah melaporkan dalam rapat kordinasi dengan pak Menko dua kali mengenai kondisi keuangan Pertamina di tahun ini. Khususnya cash flow tagihan kami hampir mencapai Rp40 triliun ke pemerintah,” ungkapnya kepada Komisi VII DPR.

Sementara berdasarkan pembukuan keuangan Pertamina per 31 Desember 2016, kas dan setara kas perusahaan tercatat USD 5,26 miliar atau setara Rp75,11 triliun. Sehingga, jumlah piutang ini saja sudah melebihi 50 persen dari total kas perseroan hingga akhir tahun lalu.

Namun apa daya, belum dibayarnya hutang tersebut bukan tanpa alasan, pemerinta juga tengah dirundung permasalahan yang sama. Diketahui hingga Mei realisasi penerimaan negara baru tercapai 33,4 persen atau sebesar 584,9 triliun dari target sebesar Rp1748 triliun. Artinya pemerintah menghadapi ancaman defisit anggaran.

Dengan demikian, permasalahan keuangan ini meneyebabkan kinerja pertamina terganggu. Beban penugasan dari pemerintah mengharuskan perusahaan plat merah itu mengkaji ulang perencanaan bisnisnya.

Yang pasti Pertamina telah menarik niatnya untuk ekspansi mengambil blok migas di Rusia pada tahun ini. Adapun beberapa penugasan yang menguras keuangan pertamina yakni Program BBM satu harga dan BBM Penugasan jenis Premium.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka