Jakarta, Aktual.com — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengabulkan permintaan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur terkait ‘share down’ pengelolaan Blok Mahakam.

Untuk diketahui, Pemprov Kaltim meminta agar diberikan hak pengelolaan blok Migas tersebut sebesar 19 Persen. Sementara itu, dalam regulasi telah diatur jika Daerah hanya berhak menerima porsi maksimal sebesar 10 persen.

“Kalau menurut ketentuan kan 10 persen. Nggak bisa bergerak dari ketentuan yang ada. Saya pikir sudah ada pembicaraan dari kementerian ESDM ke Pemda,” ujar Dwi ditemui di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu (12/7).

Diberitakan sebelumnya, pemerintah memutuskan hanya memberikan saham 70 persen untuk Pertamina dan BUMD untuk pengelolaan blok migas tersebut. Sementara itu, operator existing, yaitu total dan inpex mendapat sekitar 30 persen saham.

Meski begitu, dari 70 persen itu, Pertamina masih harus membagi porsi sebesar 10 persen kepada Pemprov Kalimantan Timur.

Pengamat kebijakan energi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies Marwan Batubara menambahkan, pemerintah harus menolak permintaan Pemprov Kaltim tersebut lantaran bertentangan dengan keputusan Pemerintah Pusat seperti tertuang dalam Permen ESDM N0.15/2015, yang telah menetapkan bahwa besarnya PI maksimum bagi daerah penghasil migas adalah 10 persen.

Ia mengungkapkan, bahwa berdasarkan data finansial SKK Migas sejak 1997 hingga 2014, distribusi pendapatan kotor kegiatan eksploitasi Blok Mahakam rata-rata terbagi untuk penerimaan negara sekitar 60 persen, ‘cost recovery’ 18 persen dan keuntungan kontaktor 22 persen. Dalam 18 tahun terakhir penerimaan negara sekitar US$70 Miliar.

“Dari dana bagi hasil, selama 18 tahun terakhir daerah telah memperoleh sekitar US$10,5 Miliar. Berarti setiap tahun daerah memperoleh US$500 juta atau sekitar Rp6,5 Triliun,” terang Marwan.

Ia melanjutkan, pada 2010 Pemda Kaltim telah menandatangani MoU dengan satu perusahaan swasta guna mendanai kebutuhan finansial atas pemilikan PI di Blok Mahakam.

“Karena itu sikap ‘keras kepala’ Pemda Kaltim untuk memperoleh 19 persen PI Mahakam patut diduga berkaitan dengan MoU tersebut. Padahal, melalui kerja sama dengan swasta ini, justru keuntungan yang diperoleh daerah akan turun sekitar 60-75 persen, sehingga pemberlakuan Permen ESDM No.15/2015 merupakan langkah tepat untuk mencegah kerugian tersebut,” ungkapnya.

Menurutnya, dapat disimpulkan, dari bagi hasil tanpa PI 10 persen saja pendapatan Pemda Kaltim dan Kutai Kartanegara sudah sedemikian besar. Apalagi jika PI tersebut meningkat menjadi 19 persen.

“Di sisi lain, sikap ‘ngotot’ Gubernur Kaltim untuk memperoleh PI 19 persen patut diduga karena adanya kepentingan oknum-oknum pemburu rente yang ingin memperoleh keuntungan dari pemilikan saham Mahakam. Oleh sebab itu pemerintah atau KESDM diminta untuk menolak permintaan tersebut,” papar ia menutup pembicaraan.

Artikel ini ditulis oleh: