66 Tahun Pertamina Membangun Ketahanan Energi dan Ekonomi Indonesia
66 Tahun Pertamina Membangun Ketahanan Energi dan Ekonomi Indonesia

Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHP PI) dan Penghitungan Kerugian Negara (PKN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di kantor BPK Jakarta, pada Senin (15/1). Pemeriksaan Investigatif dan PKN ini dilakukan BPK berdasarkan permintaan dari KPK.

Dalam LHP PKN atas Pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) Corpus Christi Liquefaction LLC pada PT Pertamina (Persero). Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC yang mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) sebesar USD113.839.186,60.

Dalam LHP PI atas Kegiatan Investasi berupa Akuisisi Perusahaan Maurel & Prom (M&P) oleh PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) Tahun 2012 s.d. 2020. Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam Kegiatan Investasi Tahun 2012 s.d. 2020 pada PT Pertamina (Persero) yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) setidaknya sebesar USD60.000.000,00.

Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyatakan kesimpulan BPK tersebut bisa dianggap lucu dan aneh serta ngawur.

“Sebab, secara kumulatif Pertamina hingga akhir 2023 sudah untung besar, bahkan sampai dengan tahun 2030 pun prognosa kumulatif keuntungan Pertamina bisa mencapai USD218 juta,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Sabtu (20/1/2024) di Jakarta.

Selain itu, kata Yusri, ternyata Sales Purchase Agreement (SPA) yang ditandatangani di era Karen Agustiawan pada tahun 2013 dan 2014, telah diamandemen secara keseluruhan isinya pada tahun 2015 oleh Dirut Pertamina pengganti Karen Agustiawan.

“Realisasi kargo LNG dari Corpus ke Pertamina sejak Januari 2019, 2020, 2021 hingga tahun 2040 telah mengacu pada SPA tahun 2015, maka harusnya pejabat Dirut Pertamina di era tahun 2015 bertanggungjawab secara hukum jika dianggap ada penyimpangan, bukan Karen Agustiawan,” ungkap Yusri.

Menurut Yusri, Direksi yang bertanggung jawab soal SPA 2015 dengan Corpus Christi adalah bertanggungjawab juga soal kerugian negara dalam akuisi saham Maurel & Porm Perancis pada tahun 2016, CERI sudah protes sebelum akuisisi dan ada jejak digitalnya.

Dijelaskan Yusri, fakta bahwa keuntungan nyata Pertamina itu pun telah diungkap di bawah sumpah oleh SVP Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha (SPPU) Pertamina Holding, Aris Mulya Azof pada sidang pra peradilan Karen Agustiawan melawan KPK di PN Jaksel pada 27 Oktober 2023, yang secara gamblang mengatakan hingga akhir Juli 2023, Pertamina telah menikmati keuntungan sebesar USD89,54 juta dari bisnis LNG dengan Corpus Christi.

“Bahkan Karen Agustiawan di hadapan penyidik KPK pada 12 Januari 2024 menyatakan bahwa kebijakan pembelian kargo LNG dengan Corpus adalah aksi korporasi atas penugasan Pemerintah dan kolektif kolegial Dewan Direksi. Demikian juga, saat ini Pertamina, sejak tahun 2019 hingga akhir 2023 justru telah menikmati keuntungan sebesar USD91,617 juta atau setara dengan Rp1,425 triliun,” ungkap Yusri.

Yusri membeberkan, rincian rugi laba bisnis LNG Pertamina dengan Corpus Christi tercatat secara berurutan sebagai berikut, pada tahun 2019 meraih laba USD2,224 juta; pada tahun 2020 rugi USD92,625 juta; pada tahun 2021 rugi USD14,534 juta akibat pandemi Covid 19; pada tahun 2022 meraih laba USD5,964 juta; dan pada tahun 2023 meraih laba besar USD190,588 juta.

“Dan oleh karena itu secara kumulatif laba Pertamina di akhir tahun 2023 adalah mencapai USD91,617 juta! Capaian yang luar biasa!,” timpal Yusri.

Bahkan, lanjut Yusri, dari laba tersebut sebagian telah disetorkan oleh Pertamina ke kas Negara dan sebagian dinikmati sebagai bonus atau tantiem Dewan Komisaris dan Direksi Pertamina.

“Namun sayang sekali, ironis sekali, mereka menikmati bonus atau tantiem sangat besar di saat Karen tetap meringkuk dalam penjara,” kata Yusri.

Yusri mengungkapkan, jika benar rumor pergeseran jabatan SVP SPPU Aris Mulya Azof pada Januari 2024 disinyalir adalah upaya manajemen Pertamina untuk tidak mengungkap fakta bahwa Pertamina sebenarnya untung dalam bisnis dengan Corpus di persidangan Tipikor yang akan mulai digelar pada Febuari 2024 mendatang, tentu patut disesalkan.

“Jika rumor itu benar adanya, maka sama saja bagi Karen perlakuan manajemen Pertamina itu ibarat air susu dibalas dengan air tuba,” ketus Yusri.

Jadi, kata Yusri, berdasarkan fakta yang sah dan meyakinkan di atas tentu hasil kesimpulan LHP PI dan PKN BPK RI itu terkesan bisa dibaca hanya ingin menyelamatkan muka KPK yang sudah terlanjur mentersangkakan Karen sejak Juni 2022 dan menahan Karen sejak 19 September 2023.

“Padahal, jika Komite LNG Pertamina piawai dalam menyelesaikan validity over kargo LNG Corpus dari trader Travigura, tentu kerugian akibat pandemi Covid 19 dapat diperkecil, lantaran manajemen Pertamina gagal memutuskan harga yang saat itu hanya berlaku tiga hari, yakni 5 Oktober 2018 hingga 8 Oktober 2018, sehingga hilang potensi pendapatan Pertamina selama tiga tahun mulai 2020 hingga 2022 sebesar USD 37 juta, yaitu dengan volume lima kargo setiap tahun dengan harga lebih mahal USD 71 cents/MMBTU,” beber Yusri.

Sehingga kata Yusri, timbul pertanyaan kritis, bagaimana cara BPK menghitung kerugian negara untuk bisnis jangka 20 tahun? Apakah hanya menghitung rugi pada tahun tertentu saja dengan mengabaikan keuntungan pada tahun lainnya?

“Jika itu yang dilakukan BPK, maka kiamat kecil akan menghantui Direksi BUMN dalam menjalankan proses bisnisnya,” pungkas Yusri.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan