Spudnik juga mengutarakan harapannya agar model kemitraan yang dijalin dalam binis inklusif terus dijalin kuat tidak hanya dengan memberikan akses ekspor, tetapi juga dalam bentuk alih teknologi. Selain inklusif, model bisnis pada era globalisasi sekarang ini juga harus berkelanjutan.
Contoh dari dorongan Kementan untuk usaha yang berkelanjutan adalah seperti menggalakkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Pada Peringatan HUT Ke-60 Perkebunan di Institut Pertanian (Instiper) Yogyakarta, Minggu (10/12), Direktur Jenderal Perkebunan Bambang menyebutkan total saat ini sudah ada 346 perusahaan kelapa sawit yang bersertifikat ISPO, sedangkan total perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia tercatat sekitar 1.600 buah.
Ia memaparkan, proses sertifikasi ISPO wajib dilakukan oleh seluruh perusahaan kelapa sawit sebagai bukti bahwa produk CPO Indonesia dikelola dengan budidaya yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Dengan begitu, CPO Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi di pasar ekspor.
Penerapan ISPO juga menjadi langkah Indonesia menghadapi isu negatif di pasar dunia, seperti deforestasi dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim global.
Karena itu, pihaknya juga meminta seluruh pelaku usaha perkebunan terutama swasta agar segera menyelesaikan sertifikat ISPO guna memperkuat daya saing sawit nasional.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Andy Abdul Hamid