Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tidak kemudian mengendurkan semangat Pansus angket KPK. (ilustrasi/aktual.com)
Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, persoalan untuk membuka informasi terkait standar oprasional prosedur terhadap penyadapan yang dilakukan KPK selama ini harus juga dibarengi dengan diuji.
Hal itu bila merujuk pada Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. “Bukan saja harus membuka (tapi juga diuji),” kata Fahri saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (24/8).
Dikatakan dia, ketika rakyat Indonesia mencoba untuk melakukan judicial review terhadap ketentuan SOP tentang penyadapan itu, KPK selalu berlindung pada kata rahasia.
“Kita rakyat Indoensia tidak bisa melakukan judicial review terhadap SOP KPK yang menjadi sebab keributan nasional ini, karena SOP ini oleh KPK tidak mau ditunjukkan kepada siapapun termasuk komisi hukum (komisi III) DPR dengan alasan rahasia.”
Fahri menduga, jangan-jangan SOP yang dimaksud tidak pernah ada di institusi anti rasuah tersebut, atau dengan kata lain penyadapan dalam kegiatan ‘intip’ oleh KPK dilakukan selama 24 jam setiap harinya secara serampangan.
“Jangan-jangan tidak ada SOP, artinya ini sebetulnya sebuah tindakan kladenstein, KPK hanya putar alat sadap 24 jam layaknya orang dengar radio atau nonton TV,” kata politikus PKS itu.
“Itu yang saya bilang KPK ini seperti Gestapo atau Kopkamtib, tapi Gestapo atau Kopkamtib masih harus lapor ke atasan. Sementara mereka kan independent dan tidak punya atasan.”
Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Wisnu