Terlihat Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan (batik biru) mendatangi KPK yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Jakarta, Rabu (13/4/2016). Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah mengenai reklamasi di Teluk Jakarta.

Jakarta, Aktual.com – Chairman PT Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik, Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi, sempat bertemua di kediaman Aguan, di Taman Golf Timur II/1-12 Pantai Indah Kapuk, Jakarta.

Dalam pertemuan yang digelar pada Desember 2015, mereka membahas soal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS).

“Aguan selaku pendiri Agung Sedayu Group dan Terdakwa (Ariesman) selaku Presdir PT Agung Podomoro Land membahas percepatan pengesahan Raperda RTRKS Pantura Jakarta,” demikian tertuang dalam surat dakwaan Ariesman, dikutip Kamis (23/6).

Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan pada Februari 2016. Kali ini, giliran kantor Aguan yang jadi tempat pertemuan, di pusat pertokoan Harco Glodok, Mangga Dua, Jakarta Pusat.

“Terdakwa melakukan pertemuan dengan Sanusi, Aguan dan Richard Haliem Kusuma alias Yung Yung, yang mana pada kesempatan tersebut Aguan menyampaikan kepada Mohamad Sanusi agar menyelesaikan pekerjaannya terkait dengan pembahasan dan pengesahan Raperda RTRKS Pantura Jakarta,” papar Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam surat dakwaan Ariesman.

Pembicaraan dalam pertemuan tersebut kemudian disampaikan dalam rapat antara DPRD DKI dengan pihak Pemerintah Provinsi DKI. Permintaan yang disampaikan Sanusi antara lain adalah agar ketentuan tambahan kontribusi tambahan tidak dicantumkan dalam Raperda RTRKS Pantura Jakarta.

“Pada 15 Februari 2016, Balegda DPRD DKI bersama dengan Pemprov DKI melakukan pembahasan Raperda RTRKS Pantura Jakarta, yang dihadiri antara lain Taufik, Sanusi, Bestari Barus, Yuliadi, Tuty Kusumawati dan Saefullah (Sekda Pemprov DKI). Pada pembahasan mengenai tambahan kontribusi, beberapa anggota Balegda DPRD DKI antara lain Sanusi menginginkan Tambahan kontribusi sebesar 15 persen tidak dicantumkan dalam Raperda,” terang Jaksa Penuntut Umum KPK.

Usulan itu kemudian disampaikan Tuty selaku Kepala Bappeda Pemprov DKI kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang kemudian disetujui oleh orang nomor satu di Jakarta itu.

Meski demikian, usulan itu kemudian justru dimentahkan oleh Taufik selaku Ketua Balegda DPRD DKI. Namun, tak sampai disitu upaya Aguan dan Ariesman untuk mengatur Pasal mengenai tambahan kontribusi itu.

Alhasil, diatur lagi pertemuan di kantor Agung Sedayu yang dihadiri juga oleh Aguan, Ariesman, Sanusi dan Richard, guna membahas Raperda RTRKS Pantura Jakarta.

“Dimana salah satu permintaan Terdakwa kepada DPRD DKI melalui Sanusi agar mengubah pasal Raperda RTRKS Pantura Jakarta mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen, yang kemudian dijawab Sanusi hal tersebut tidak bisa dihilangkan namun dapat diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub),” tutur Jaksa.

Hal itu pun seolah membuat Ariesman mengeluarkan ‘jurus’ terakhirnya. Dia pun mengajak Sanusi untuk bertemu di Avenue Kemang Village, Jakarta Selatan.

“Dalam pertemuan tersebut Terdakwa menyatakan bahwa kontribusi tambahan sebesar 15 persen terlalu berat bagi perusahaannya dan menjanjikan akan memberikan uang sejumlah Rp 2,5 miliar kepada Sanusi jika pasal tambahan kontribusi dimasukan dalam pasal penjelasan. Atas permintaan tersebut Sanusi menyetujuinya,” beber Jaksa.

Persetujuan Sanusi ditindaklanjuti dengan adanya perubahan dalam draft Raperda RTRKS Pantura Jakarta yang terakhir. Ada perubahan mengenai penjelasan tambahan kontribusi, yang semula tercantum dalam Pasal 111 ayat 5 huruf c berbunyi ‘cukup jelas’.

“Menjadi ketentuan Pasal 111 ayat 5 dalam draf Raperda akhir dengan kalimat penjelasan, ‘yang dimaksud dengan kewajiban tambahan yang disepakati dalam perjanjian kerjasama antara Pemda dan pemegang Izin Reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi,” ungkap Jaksa.

Perubahan pasal penjelasan ini menunjukan bahwa kepentingan PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro dan PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu, telah terpenuhi.

Akhirnya, pada 16 Maret 2016, Sanusi menghubungi Trinanda memberitahukan bahwa permintaan pengembang sudah diakomodir. Selanjutnya Sanusi menanyakan uang kepada Trinanda yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh Ariesman.‬

‪”Terus, eh, ee Nda lu bilang sama aa Bos sama si bapak, kalo bisa hari minggu gua ambil lima Nda,” yang dijawab oleh Trinanda “Ya udah boleh ntar saya omongin,” tutur Jaksa menirukan ucapan keduanya.‬

‪Kemudian pada 28 Maret 2016, Sanusi mengutus ajudannya Gerry Prasetia untuk meminta ‘jatahnya’ kepada Trinanda. Setelah diinformasikan kepada Ariesman, Trinanda menghubungi Gerry untuk datang ke Central Park, Agung Podomoro Land Tower lantai 46.

Mengetahui kedatangan Gerry, Ariesman langsung memerintahkan Berlian Kurniawati dan Catherine Lidya menyiapkan uang Rp 1 miliar.‬

‪”Selanjutnya Berlian memanggil Trinanda dan menyerahkan uang Rp 1 miliar yang sudah dimasukkan ke dalam tas laptop warna hitam. Kemudian Trinanda menyerahkan kepada Gerry untuk disampaikan kepada Sanusi,” terang Jaksa Zainal.‬

‪Sanusi kemudian, memerintahkan Gerry untuk aktif meminta tambahan uang yang telah dijanjikan Ariesman. Akhirnya pada 31 Maret 2016, Trinanda mengabarkan Gerry bahwa uang tersebut sudah bisa diambil di kantor Agung Podomoro.

Gerry kembali diajak ke lantai 46 APL Tower. Di sana Trinanda kembali menyerahkan uang Rp1 miliar kepada Gerry untuk diserahkan kepada Sanusi.‬

‪Usai menerima Rp 1 miliar yang dimasukan ke tas ransel, Gerry kemudian menemui Sanusi di FX Mall Senayan, yang datang dengan menggunakan mobil Jaguar warna hitam nomor polisi B 123 RX.

Usai menerima uang tersebut, Sanusi lantas pergi, namun tak lama berselang, tepat di depan Hotel Atlet Century, petugas KPK menghentikan mobil tersebut.‬

‪”Beberapa saat kemudian sekira pukul 19.00 WIB Trinanda juga ditangkap KPK. Sedangkan keesokan harinya pada 1 April 2016, terdakwa menyerahkan diri ke kantor KPK,” pungkas Jaksa.‬

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby