Kemudian Megawati secara diam-diam mencalonkan Jokowi dan akhirnya menjadi rival sabahatnya Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2014.
Padahal, berdasarkan perjanjian di 2009, seharusnya Megawati memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada pemilu presiden 2014, setelah pasangan calon Megawati-Prabowo yang bersandikan “MegaPro” kalah dalam pertarungan menghadapi Susilo Bambang Yudhoyono kala itu.
“Jadi jelas bahwa sejak 2014, setelah bersama sepakat di 2009, Mega dan Prabowo adalah rival dalam senyap yang terus meruncing hingga Pilpres 2019,” katanya.
Karena itu, bisa dibaca bahwa diplomasi nasi goreng adalah bagian dari lobi politik Megawati kepada Prabowo untuk mendinginkan suasana dan meredahkan keterbelehan bangsa.
Di situ, secara simbolik terlihat bahwa Megawati sebagai ‘master mind’ kubu Jokowi, atau rival politik kubu Prabowo harus sendiri turun tangan untuk mendamaikan suasana.
Bataona menilai, pada sisi lain, Megawati perlu bertemu dengan Prabowo untuk mengklarifikasi sikapnya pada2014, yang menolak mencalonkan Prabowo, juga sekaligus merangkul Prabowo demi kepentingan konsolidasi politik nasional ke depan.
Artikel ini ditulis oleh: