Jakarta, Aktual.com – Ekonom dan Direktur Center Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memproyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2022 mencapai sekitar 4,2 persen sampai 4,75 persen secara tahunan.
“Pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2022 akan didorong oleh tahapan pelonggaran penggunaan masker yang mempercepat pemulihan mobilitas masyarakat. Kalau masyarakat mulai bergerak di luar rumah secara lebih bebas, belanja masyarakat akan naik, paling terasa di sektor ritel dan transportasi,” katanya, Senin (1/8).
Ia memperkirakan sektor perdagangan akan tumbuh 5,5 sampai 6 persen secara tahunan, sementara sektor transportasi pergudangan sebesar 16 sampai 18 persen.
“Sektor perhotelan perlahan akan membaik dengan peningkatan okupansi kamar sekaligus pendapatan dari acara-acara seperti resepsi pernikahan, pameran, dan rapat atau MICE,” ucapnya.
Ketahanan ekonomi Indonesia saat ini dipandang lebih baik dibandingkan pada saat krisis 2009 dan taper tantrum 2013 dengan cadangan devisa yang cukup besar yakni 136,4 miliar dolar AS sampai akhir Juni 2022.
Di samping itu terdapat windfall harga komoditas yang membuat harga rupiah tidak terkoreksi sedalam mata uang negara tetangga, tetapi indikator ini bisa berubah dengan cepat sehingga dibutuhkan antisipasi dari pemerintah.
“Ini perlu direspons dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Bauran kebijakan moneter dan fiskal sangat mendesak dilakukan. BI bisa mendorong pengusaha ekspor lakukan konversi DHE (Devisa Hasil Ekspor) ke rupiah dan menggunakan local currency settlement untuk lakukan ekspor,” katanya.
Ia juga menyarankan pemerintah mengetes kecukupan likuiditas lembaga pembiayaan, asuransi, dan perbankan serta menjaga harga energi agar tidak mengganggu daya beli masyarakat.
Pemerintah juga perlu terus memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat dengan besaran yang sama seperti saat COVID-19 karena saat ini masyarakat, terutama pekerja rentan, tertekan oleh krisis biaya hidup dimana kenaikan upah yang hanya sebesar 1 persen tidak setara dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Dalam jangka panjang, pekerja rentan bisa jatuh ke bawah garis kemiskinan meskipun seolah tetap aktif bekerja,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu