Menko Perekonomian, Darmin Nasution (kiri) bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (kanan) memasuki ruangan untuk melakukan rapat kerja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2). Rapat kerja tersebut membahas tentang permasalahan Kredit Usaha Rakyat (KUR). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/pd/17

Jakarta, Aktual.com – Koordinator Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Jakarta, Salamuddin Daeng menyebut, pemerintah amat senang dengan prtumbuhan ekonomi 2016 yang mencapai 5,02 persen, karena menilai hal ini merupakan prestasi yang besar.

Baru baru ini Pemerintah Jokowi mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 mencapai 5.02 %. Data ini bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Januari 2017.

“Sepintas, kalau membaca garis besar laporan BPS awal tahun itu, pemerintah klaim ekonomi kita menyenangkan hati, ada tambahan 0,02% dari pertumbuhan di atas 5%. Juga diklaim kemiskinan dan pengangguran turun, kesempatan kerja meningkat. Intinya Indonesia bahagia di bawah pemerintahan Jokowi,” papar dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (13/2).

Namun setelah ditelusuri lebih jauh, kata dia, dalam laporan BPS itu, terdapat anomali yang sungguh mengecewakan.

“Ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedikit meningkat ini tidak diikuti dengan peningkatan indikator kesejahteraan mayoritas masyarakat Indonesia,” tandasnya.

Salah satunya adalah Kemampuan pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan yang signifikan. Bayangkan, dengan kekuatan anggaran mencapai Rp2.000 triliun dan tambahan utang pemerintah di atas Rp500 triliun setahun, pemerintah hanya dapat mengurangi kemiskinan 250 ribu orang.

“Padahal hasil ini cukup dengan uang Rp2,5 triliun, karena satu orang miskin tersebut bisa mendapatkan Rp10 juta per orang,” ujarnya.

Kalau begitu, pemerintah itu tidak perlu Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian Darmin Nasution, dan Menko Maritim Luhut Panjaitan untuk mengeluarkan 250 ribu orang dari kemiskinan.

“Cukup dengan kartunya Jokowi saja,” cetus dia.

Menurut dia, minimnya prestasi menurunkan kemiskinan ini terlihat dalam data BPS yang menggambarkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2016 mencapai 27,76 juta orang (10,70 %), menurun 250 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang sebanyak 28,01 juta orang (10,86 %).

“Padahal pengentasan kemiskinan adalah indikator utama dari keberhasilan pemerintah,” pungkasnya.

Terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak sebanding dengan utang yang digelontorkan, Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi mengatakan wajar jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Darmin Nasution. Pasalnya Jokowi kecewa, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5 persen dari target 5,5-6 persen.

“Wajar Jokowi menegur Darmin karena kinerjanya meleset dari target. Selain Darmin, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga pantas ditegur,” jelasnya.

Menurutnya, menko Darmin dan Sri Mulyani sudah seharusnya bertanggungjawab terhadap pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5 persen, dibawah target 5,5-6 persen.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka