Jakarta, Aktual.com — Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perlambatan tajam. Tahun ini, hingga kuartal I, tercatat hanya sebesar 4,92 persen.
Bahkan setahun penuh pemerintahan di era Joko Widodo-Jusuf Kalla, hanya mencapai pertumbuhan sebesar 4,79 persen di tahun lalu. Ini menjadi pertumbuhan ekonomi terbawah sejak terjadi krisis global pada 2009 silam.
“Tren penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini disebabkan pemerintah dianggap kurang kredibel,” kata pengamat ekonomi UI, Fitrha Faisal kepada Aktual.com, Minggu (12/6).
Kondisi perlambatan seperti ini, memang diakui juga oleh pemerintah. Makanya, pemerintah pun mulai pesimis dapat mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Baru-baru ini, dalam RAPBN Perubahan 2016, pemerintah mengoreksi asumsi makro pertumbuhan menjadi 5,1 persen dari sebelumnya sebesar 5,3 persen.
Bulan lalu, Bank Indonesia (BI) juga mengoreksi pertumbuhan ekonomi dari yang semula di kisaran 5,2-5,6 persen menjadi 5,0-5,4 persen.
“Koreksi itu dilakukan pemerintah, karena pemerintah melihat ekonomi global juga masih suram. Dan kemungkinan aliran dana keluar makin deras seiring kebijakan the Fed,” tutur Fithra.
Memang, lanjutnya, tekanan eksternal saat ini semakin kuat. Antara lain, masalah kenaikan suku bunga the Fed dan turunnya permintaan global atau pasar ekspor sangat memukul kinerja pemerintah.
“Untuk itu, pemerintah diminta untuk dapat menguatkan kondisi internal menjadi sinyal yang positif. Salah satunya dengan menguatkan tingkat kepercayaan konsumen atau daya beli masyarakat,” jelas dia.
Memang, tren daya beli masyarakat terlihat mulai menguat. Data dari Bank Indonesia (BI) mengindikasikan penguatan tingkat konsumen pada Mei 2016 dibanding dari bulan sebelumnya. Dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Mei 2016, tercatat sebesar 112,1 poin atau meningkat 3,1 poin dari bulan sebelumnya.
“Akan tetapi, pemerintah juga mesti bersikap kredibel, agar semakin semakin dipercaya publik,” tegasnya.
Kredibilitas pemerintah ini dianggap penting, agar pelaku ekonomi, termasuk inbestor semakin percaya dan dapat melihat ekspektasi positif yang bisa dilakukan pemerintah ke depannya.
“Makanya, untuk mencapai target tersebut, diperlukan ekspansi fiskal,” pungkas Fithra.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby