“Sebagai contoh, di sektor migas, pemegang saham minoritas PGN yang sudah go-public mungkin keberatan atas adanya pengalihan saham PGN dari negara kepada Pertamina, maka berdasarkan ketentuan Pasal 62 UU Perseroan Terbatas, setiap pemegang saham tersebut berhak meminta kepada Perseroan (PGN) agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar,” ujar dia.
Seharusnya lanjut Deen, pemerintah tidak gegabah melakukan hodong dan belajar dari kegagalan holding yang dibentuk sebelumnya. Misalkan pada holding Perkebunan terlihat terus mengalami kerugian.
Atau holding BUMN semen yang sampai dengan saat ini masih mengalami penurunan laba. Tak hanya itu, ternyata sejak dilakukan holding pada 1998, hingga saat ini masih belum selesai konsolidasi.
“Pembentukan holding BUMN hanya dengan mekanisme inbreng dan tidak melihat keunikan sektor apalagi sektor yang strategis adalah sangat riskan. Perlu perencanaan penciptaan economies of scale, economies of scope dan specialized investment dari holding BUMN yang terbentuk. Dan, tidak hanya mengedepankan firm size dan capital structure,” pungkas dia.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid