Jakarta, Aktual.com – Lembaga pegiat lingkungan meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut izin konsesi HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP, APRIL Grup). Anak perusahaan milik Sukanto Tanoto ini, dikatakan melakukan pembangkangan terhadap kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk perlindungan gambut bekas terbakar dengan alasan bisnis semata.

Lembaga TuK INDONESIA mengaku telah memeriksa data keuangan secara saksama dan menduga kuat bahwa alasan utama PT RAPP menolak mematuhi revisi Rencana Kerja Usaha (RKU)—untuk mengubah fungsi gambut dalam areal kerjanya menjadi lindung—adalah lantaran 60% landbank-nya memang berada di kawasan gambut.

Sepanjang 2010 – 2016, PT RAPP melalui perusahaan induknya, APRIL Group, mendapatkan pinjaman sebesar USD5,8 miliar atau setara dengan Rp 79 triliun dari 43 bank dan lembaga jasa keuangan. Beberapa pinjaman ini akan jatuh tempo dalam waktu dekat.

“Jika RKU PT RAPP direvisi dan areal gambut dijadikan fungsi lindung, maka kapasitas produksi dan nilai asetnya akan turun drastis. Ujung-ujungnya, hal ini akan membuat PT RAPP kesulitan membayar utangnya. Landbank yang faktanya adalah lahan gambut akan menjadi stranded assets, artinya nilai total asetnya akan merosot tajam,” kata Rahmawati Retno Winarni, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA secara tertulis, Selasa (19/12).

“Kreditor APRIL dapat mengajukan tuntutan atas aset perusahaan dan anak perusahaannya – termasuk RAPP– bila APRIL tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pelanggannya. Saat hal ini terjadi, maka kreditor bisa mengklaim asetnya,” tambah Rahmawati.

Lebih lanjut, Melalui pemetaan struktur kepemilikan APRIL Group (induk PT RAPP), jelas APRIL Group adalah perusahaan asing, basisnya bukan di Indonesia. Sumber pinjamannya mayoritas adalah dana asing: 50% dari bank China dan 32% berasal dari bank Taiwan. Sisanya berasal dari Eropa, Arab Saudi dan hanya sebagian kecil dari Indonesia.

Dengan fakta yang demikian, TuK INDONESIA menduga bahwa bank-bank asing penyandang dana APRIL berada di belakang pembangkangan ini, mengingat besarnya kepentingan mereka atas kelancaran pengembalian dana yang telah dikucurkan sebelumnya.

Oleh karena itu, dengan massifnya peran bank asing membiayai praktik korporasi yang dampaknya sangat buruk di negara Indonesia, tentu memerlukan campur tangan Negara untuk memperbaikinya.

“Kebijakan negara yang menegaskan pilihan dan sikap keadilan lingkungan dan sosial sudah tercermin dalam regulasi yang diterbitkan, sehingga mutlak untuk ditegakkan. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan bisnis PT RAPP,” tegas Rahmawati

Di sisi lain, dengan melihat kompleksitas struktur perusahaan yang didirikan di negara-negara surga pajak, disarankan juga Negara menyelidiki adanya potensi tindak pidana pencucian uang, korupsi dan keterlibatan politically exposed persons (PEPs) dalam praktik korporasi tersebut.

 

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta