‘Pesan Fahri Hamzah Untuk Jokowi’
Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fahri Hamzah mengatakan, sebelumnya merasa bingung ketika merumuskan tugas dari ketiga mantan presiden setelah Bj Habibi. Namun, dari rentetan persoalan bangsa yang terjadi dari masa kepemimpinan presiden Abdurahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akhirnya Fahri dapat menemukan jawabannya.
“Tugas dari kepemimpinan setelah itu menurut saya, ya itu memperpanjang transisi. Tidak tahu, ini kita mau anggap positif atau negatif, ya tetapi menurut saya ini transisinya jadi panjang,” kata Fahri dalam acara Soft Launching dan bedah buku berjudul ‘Keutamaan Jokowi’ milik Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, di komplek parlemen Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Perasaan belum selesai, naratif kita tetap kocar-kacir ya kan, pemimpin jadi pandu tidak nampak, setiap orang bangun pagi tidak merasa ada arah, dan naratif ini terlalu kacau, terutama distracting narrative atau conflicting narrative. Antara kita itu bertengkar tiap hari. Karena ngga ada yang tuntas, ngga ada american dream nya itu, ngga ada dream kita yang utuh, yang satu gitu. Nah, ini memperpanjang transisi,” tegas Fahri.
Untuk itu, Fahri menyarankan, presiden Joko Widodo dapat menggabungkan tugas dari ketiga pemimpin itu. Membangun kembali naratif keindonesiaan agar semakin kuat dan solid.
Lebih lanjut, Fahri juga menegaskan, bahwa disiplin terhadap prinsip-prinsip institusi negara selesai juga menjadi hal penting yang harus dijalankan bersama, serta berkokomitmen membangun institusi dan membubarkan lembaga-lembaga sampiran negara.
“Tetapi pada saat yang bersamaan dia harus komit membangun institusi, dia harus disiplin dengan prinsip-prinsip institusi negara selesai, dia harus segera membubarkan organisasi-organisasi ad hoc yang mengacaukan jalannya negara. Karena negara tidak bisa dikelola secara ad hoc, negara harus dikelolakan oleh institusi tuntas, selesai,” tegasnya.
“Kenapa saya menganggap pempimpin yang ada sebelumnya itu memperpanjang transisi, terutama karena beranak pinaknya lembaga-lembaga sampiran negara ini,” jelas Fahri.
Menurutnya, kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap sejumlah institusi negara menjadi tolak ukur berakhirnya transisi. Dengan demikian, Indonesia dapat diakui sebagai negara yang solid, negara hukum yang demokratis.
“Dan saya menganggap negara ini selesai kalau lembaga sampiran negaranya ini hilang. Artinya, fungsi-fungsi kenegaraan ini sudah kuat. Polisi kita percayai, jaksa kita percaya, hakim kita percaya, kementerian-kementerian kita percaya, itu yang disebut dengan berakhirnya transisi. Sehingga Indonesia memenuhi seluruh syarat untuk menjadi negara yang solid, negara hukum yang demokratis, segala warga negara bersamaan dan kedudukannya didalam hukum dan pemerintah, dan wajib menjunjung tinggi hukum dengan tanpa ada kecualinya,” tandasnya.
Seluruh warga negara akan berhadapan dengan lembaga hukum yang sama. “Sekarang ada orang ditangkap setiap hari, presiden kalau ditanya, ‘saya ngga tahu menahu’, itu ngga boleh, negara ngga boleh begitu, karena tidak boleh begitu, negara tidak ada yang presiden tidak boleh tahu, semua harus tahu,” jelasnya.
Fahri juga tidak menafikan berat dan besarnya tugas dan tanggung jawab pemimpin negara. Namun, hal tersebut sudah menjadi kewajiban seorang presiden, suka tidak suka Jokowi harus melaksanakan kewajiban itu jika ingin kembali dipercaya dan dipilih oleh rakyatnya.
Berikut cuplikannya:
Laporan: Warnoto