Jakarta, Aktual.com – Konflik horisontal bernuansa agama yang terjadi di Indonesia belakangan ini membuat sejumlah pihak khawatir. Mereka khawatir masyarakat Indonesia dapat diadu domba hingga memicu perpecahan dan menyebabkan krisis yang luar biasa seperti beberapa negara di Timur Tengah.

Mufti Damaskus sekaligus Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah Syeikh Adnan Al-Afyouni mengatakan, Suriah sejatinya memiliki banyak kemiripan dengan Indonesia. Suriah merupakan negara aman yang homogen dengan masyarakat yang terdiri dari beragam etnik, dan agama.

Namun negeri yang aman tersebut mengalami krisis luar biasa setelah masyarakatnya berhasil diadu domba oleh kepentingan politik berbalut agama. Dia menyatakan, konflik yang terjadi di Suriah bukan dilatarbelakangi urusan agama, tapi politik.

“Krisis Suriah merupakan krisis politik secara otomatis. Dan ini merupakan cerminan konflik global di mana mereka bertempur memperebutkan kepentingan,” ujar Adnan dalam seminar kebangsaan bertajuk ‘Jangan Suriahkan Indonesia’ yang digelar Ikatan Alumni Syam Indonesia (Isyami), Jakarta Selatan, Kamis (1/11).

Banyak sekali negara yang terlibat dalam konflik Suriah. Mereka saling berperang memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Salah satunya dengan menghancurkan negara tersebut dan menguasai kekayaan alamnya.

Mereka menjerumuskan masyarakat Suriah dalam konflik tersebut. Padahal selama ini masyarakat Suriah dikenal hidup rukun. Tidak pernah ada pertikaian antar-etnik maupun golongan. Pemerintah telah mencukupi segala kebutuhan rakyatnya.

Namun mereka berhasil dipecah dengan isu agama. “Mereka mempengaruhi kelompok agama tertentu dengan propaganda di masjid sehingga sebagian mereka terpengaruh dengan itu,” kata Adnan.

Ulama Suriah itu menyebut, di negaranya pemerintah menggratiskan biaya pendidikan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Biaya kesehatan juga digratiskan. Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok dijamin oleh pemerintah.

Sehingga tidak ada lagi celah yang bisa dimainkan untuk memecah belah Suriah kecuali dengan isu agama. “Maka dari celah ini mereka yang berkonflik melakukan fitnah melalui celah agama. Mereka mulai menebar permusuhan bahwa akan ada pembunuhan kepada orang Kristen atau orang Syiah padahal semua ini tidak ada. Mereka buat ini supaya panas,” ungkap Adnan.

Mereka ingin Suriah bernasib seperti Tunisia, Mesir, Yaman, hingga Libia di mana konflik diciptakan hingga pemerintahan yang sahnya berhasil digulingkan. Namun upaya menghancurkan Suriah gagal.

“Itu semua tidak berhasil karena mayoritas rakyat Suriah tak rela apabila agama dilakukan untuk perebutan kekuasaan. Dan tentara Suriah, dan para pemuda siap mempertahankan Suriah sampai kapanpun,” dia menegaskan.

Sejatinya, problem yang dihadapi Suriah bukan bersumber dari rakyatnya, tapi dari luar. Kini, rakyat Suriah yang sempat terpecah belah telah sepakat melakukan rekonsiliasi. Presiden Bashar Al-Assad telah membuka pintu maaf bagi pihak yang memusuhinya dan menawarkan damai.

“Kami di Suriah sangat meyakini kebenaran Islam dan Nabi Muhammad, maka kami tak akan menyianyiakan satu nyawa pun. Kami akan selalu menempatkan kepentingan Suriah di atas apapun. Kami tidak akan lagi saling menyalahkan dan akan fokus rekonsiliasi. Dan kami sepakat membangun Suriah bersama-sama,” kata Adnan.

Mereka yang dulu saling berperang kini telah berada dalam satu barisan membangun Suriah. Sebab kemenangan tidak akan ada harganya jika mereka akhirnya tidak memiliki negara.

Karena itu, ulama Suriah tersebut berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai elemen agar bersatu dan menjunjung tinggi kepentingan negara di atas kepentingan lainnya. Adnan ingin masyarakat Indonesia mengambil pelajaran dari konflik yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah.

“Bagi orang yang berakal, mukmin sejati yang cinta kepada Allah, Rasulullah, tidak mungkin mereka memercikkan api konflik kepada negaranya. Dan mukmin sejati bisa mengorbankan dirinya demi kepentingan orang banyak,” ujarnya.

Adnan lantas menceritakan pengorbanan Rasulullah dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Nabi Muhammad rela mengikuti kaum Quraisy demi perdamaian umat.

“Jika kamu cinta rasul maka teladani sikap rasul. Dan aku berpesan kepada umat Islam di seluruh dunia untuk mengutamakan kepentingan agama, kepentingan negara, dibanding kepentingan nafsu. Kami berharap agar di Indonesia seluruh komponen saling paham untuk menghindari konflik kemudian hari,” demikian Adnan menambahkan.

Laporan : Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: