Jakarta, aktual.com – Pemerintah masih pesimis harga minyak dunia bakal beranjak tinggi, makanya untuk asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang diajukan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR sebesar US$40 per barrel.
Angka itu diajukan ke parlemen agar dimasukkan dalam Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2016. Namun, kalangan Banggar masih mempertanyakan angka tersebut. Pasalnya, alasan adanya angka tersebut dianggap masih kurang kuat. Bahkan sejatinya Komisi VII sendiri sudah memutuskan ICP sebesar US$45 per barrel.
“Memang Komisi VII sudah menetapkan di angka US$45 per barrel. Tapi setelah kami hitung harga rata-rata di tahun 2016 ini sebesar US$40 per barel bukan US$45,” ujar Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara saat raker dengan Banggar DPR, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (15/6).
Pemerintah melihat, kata Suahasil, saat ini tren harga minyak mentah dunia bakal mengalami kenaikan ke depannya. Namun saat musim ini, dari Agustus sampai sekitar November 2016 diprediksi bakal mengalami penurunan kembali. Baru pada musim dingin nanti, sekitar Desember 2016 sampai Januari 2017 harganya akan naik.
“Saat ini, jika dihutung ICP rata-rata hingga Juni 2016 itu hanya US$36 per barel. Makanya kami ajukan di angka segitu juga pertimbangannya agar defisit migas tidak lebih besar lagi,” ujarnya.
Apalagi memang, potensi defisit migas di tahun ini bisa mencapai Rp68 triliun. “Jadi kalau ICP besar dan tidak tercapai, maka defisitnya di akhir tahun akan naik. Angka ini untuk menghindari defisit lebih besar,” kata Suahasil.
Namun demikian, ia juga mengakui kalau ICP-nya tinggi, maka potensi penerimaan negara dari sektor migas juga bakal meningkat.
“Tapi kita juga punya beban dengan adanya subsidi naik. Karena kita punya subisidi di solar dan subsidi listrik yang energinya menggunak solar,” ujar dia.
Bahkan dia juga mengklaim, kalau ICP naik atau turun dapat berdampak pada penerimaan negara. Karena kenaikan US$1 akan berdampak pada penerimaan negara sebanyak Rp660 miliar.
“Jadi kalau naik US$5 akan menggenjot penerimaan menjadi Rp3,3 triliun,” tegas dia menjawab pertanyaan anggota Banggar yang ingin tahu dampak langsung terhadap penerimaan jika ICP dinaikkan atau diturunkan.
“Tapi memang kaitannya bukan hanya di netto tersebut. Tapi kalau ICP tak sesuai target dan subsidi meningkat, jadi bagaimana kita membayarnya? Itu yang penting,” keluh dia.
Tapi di sisi lain, pemerintah juga mengajukan kenaikan lifting minyak dari 810 ribu per hari di APBN 2016 menjadi 820 ribu per hari dalam RAPBN-P 2016.
“Lifting minyak ini sesuai dengan hasil rapat Komisi VII. Alasan mereka karena ada kenaikan produksi minyak sumber lain di Blok Cepu,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan