Ratusan petani Kulonprogo, ketika mendatani PTUN Yogyakarta untuk menuntut pembatalan izin pembangunan Bandara Kulonprogo. Foto: Nelson Nafis

Yogyakarta, Aktual.com – Ketua paguyuban petani dari komunitas Wahana Tri Tunggal (WTT), Martono mengaku yakin dari awal proyek Bandara Kulonprogo yang dimulai tahun 2012 silam tidak akan menguntungkan warga setempat yang mayoritas petani.

Menurut dia, ada pemutarbalikkan fakta bahwa Kabupaten Kulonprogo, terutama Kecamatan Temon, disebut sebagai lahan kering dan gersang, sehingga dianggap tidak produktif sebagai lahan pertanian.

Kata dia, anggapan seperti itu sudah terjadi jauh-jauh hari. Sengaja agar saat lahan Kecamatan Temon dicaplok proyek bandara, pemerintah tidak harus beri kompensasi setara nilai lahan pertanian produktif.

Padahal, kata Martono, komoditas pertanian Kulonprogo, khususnya di Kecamatan Temon, sudah terkenal di Pasar Induk Jakarta. Seperti komoditas cabe, semangka serta melon. Untuk pasar lokal, petani Temon menyuplai kebutuhan provinsi seperti sayuran.

Tapi akibat proyek bandara, kini konsentrasi petani terpecah antara berusaha meningkatkan hasil tani dengan menyuarakan penolakan penggusuran.

Martono pun menilai nasib petani Kulonprogo kini seperti dijadikan seperti lelucon saja oleh pemerintah. Sebab sebagai petani, mereka malah diberi kursus-kursus oleh pemerintah, namun tidak berkaitan dengan profesi.

“Seperti jadi tukang kayu, tukang batu, masak, bikin onde-onde, jahit-menjahit, kami dianggap seperti lelucon oleh pemerintah,” tutur Martono, kepada Aktual.com, pekan lalu.

Martono pun berharap Gubernur DI Yogyakarta segera melepas belenggu tekanan ke warga. Dengan mencabut IPL Bandara Kulonprogo. Sehingga warga dapat hidup tenang menjalankan aktivitas sebagai petani.

“Bahan tambang dan sejenisnya itu suatu saat akan habis, tapi lahan pertanian tidak, tanahnya tetap utuh dan hasilnya selalu ada, tindakan pemerintah ini tidak menunjukkan jatidiri bangsa sebagai negara agraris,” kecam dia.

Warga Tidak Anti Pembangunan

Martono menegaskan, bahwa para petani kecamatan Temon yang tergabung dalam WTT bukanlah sekumpulan warga yang anti terhadap pembangunan. Sebab warga pernah mendukung program Agrowisata bidang pertanian yang dicanangkan Pemkab Kulonprogo. Yakni mengubah lahan pertanian menjadi industri yang lebih modern. Sehingga warga menganggap hal tersebut sesuatu yang positif.

Namun, beber dia, banyak pula bermacam proyek pemerintah yang sudah disetujui warga tapi malah mandek. Seperti proyek padang golf, kawasan perhotelan, industri asparagus, dermaga pantai selatan. “Apakah itu salah warga atau perilaku mereka (pemerintah) yang koruptif?” sindir Martono.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Nelson Nafis