Jakarta, Aktual.com – Kalangan petani di berbagai daerah perlu mengubah cara pandang dengan tidak lagi bergantung kepada pupuk kimia dan lebih banyak menggunakan pupuk organik yang dinilai lebih memiliki manfaat dari beragam aspek dalam sektor pertanian.
“Mereka (petani) merasa kalau tidak pakai pupuk kimia khawatir produksi lahannya tidak maksimal. Itu jadi problem sendiri,” kata Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi dalam rilis di Jakarta, Ahad (31/1).
Ia menyoroti saat ini, produksi pupuk organik ternyata belum diminati secara luas oleh para petani karena pupuk kimia masih dipercaya petani mampu meningkatkan produksi tanaman pangannya.
Hal tersebut berdampak antara lain seperti PT. Pupuk Indonesia sendiri belum bisa memproduksi massal pupuk organik, karena penggunaannya masih rendah.
Achmad Baidowi berpendapat bahwa penggunaan pupuk organik sangat terkait dengan pola pikir para petani yang sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia.
Menurut dia, rendahnya penggunaan pupuk organik harus jadi pembahasan tersendiri oleh semua pihak terkait.
Ia memaparkan, pada awal Januari 2021 ini, PT Pupuk Indonesia sudah memproduksi stok pupuk sebanyak 1.941.830 ton. Dari jumlah itu, pupuk organik diproduksi sebesar 130.728 ton.
Dalam prediksi perkembangannya (prognosis), hingga akhir 2021, PT. Pupuk Indonesia akan memproduksi pupuk sebanyak 13.533.512 ton, di mana 834.600 ton merupakan pupuk organik.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan kebijakan pupuk bersubsidi bagi petani Indonesia untuk menunjang produktivitas tanaman mencapai nilai manfaat di atas 250 persen.
Mentan memaparkan bahwa berdasarkan luas baku sawah nasional mencapai 7,46 juta hektare, diperlukan subsidi pupuk sebanyak 21 juta ton. Namun, pemerintah baru bisa memenuhi subsidi pupuk sebanyak 9 juta ton, di mana untuk tanaman pangan, yakni padi baru teralokasikan subsidi pupuk sebanyak 6,1 juta ton.
“Jika dibandingkan dengan anggaran yang digunakan rata-rata dari 2014 sampai 2020, yakni sebesar Rp28,1 triliun, maka nilai manfaatnya mencapai di atas 250 persen,” kata Syahrul dalam Rapat dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (25/1).
Syahrul mengungkapkan meski dengan alokasi yang terbatas, nilai tambah produksi tanaman sebagai dampak dari kebijakan pupuk bersubsidi mencapai Rp98,4 triliun berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Berdasarkan data Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) tahun 2018, produksi tanaman padi Indonesia mencapai 5,19 ton per hektare (ha). Volume tersebut lebih tinggi dari negara produsen beras lainnya, seperti Thailand yang hanya 3,09 ton per ha; Filipina 3,97 ton per ha; India 3,88 ton per ha; serta Pakistan 3,84 ton per ha. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin