Jakarta, Aktual.com – PT PGN Tbk selaku Subholding Gas Pertamina tengah menghadapi dua tantangan besar dalam menyelesaikan permasalahan bisnisnya.
Menurut CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, PGN terancam denda atau penalti hingga triliunan rupiah akibat kondisi kahar (force majeur) dalam sebuah transaksi jual beli gas alam cair alias liquified natural gas (LNG) dengan Gunvor Singapore Pte Ltd.
Analis CGS-CIMB Bob Setiadi dalam laporan risetnya dilansir pada Senin (19/2/2024) menjelaskan, berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2023, PGN (PGAS) memiliki kontrak 8 kargo LNG per tahun ke Gunvor.
“Dengan asumsi harga minyak mentah sepanjang tahun ini di kisaran USD82/barel, kami memperkirakan nilai total per kargo USD34 juta dan secara teori maksimal penalti yang dikenakan bisa mencapai USD360 juta (setara sekitar Rp5,62 triliun),” jelasnya.
Selain permasalahan dengan Gunvor, ada permasalahan bisnis lain yang juga paling utama akan segera dihadapi PGN, yakni jatuh temponya pinjaman pada pertengahan Mei 2024 yakni sekitar USD592 juta. Pinjaman itu terdiri dari Bond PGN sebesar USD396 juta dan Bond Saka Energi yang merupakan anak perusahaan PGN sebesar USD196 juta.
Bersiap menghadapi ancaman penalti dari Gunvor, PGN justru melakukan penjualan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) sebanyak 7 kargo atau setara 64 billion british thermal unit per day (BBtud) ke China. Pengiriman pertama kargo LNG internasional tersebut berasal dari Petronas-Bintulu ke CNTIC-China pada 9 Februari 2024.
Direktur Utama PGN, Arief S Handoko mengatakan, manuver ini menjadi realisasi ekspansi bisnis global dan diversifikasi bisnis PGN untuk masuk ke dalam bisnis LNG internasional dengan memiliki portofolio penjualan energi tingkat global.
“LNG penting bagi rantai supply yang dimiliki PGN dan diharapkan menjadi penggerak revenue dari bisnis LNG internasional pada 2024,” ujar Arief, ditulis Senin (19/2/2024).
Menghadapi dua tantangan bisnis itu, Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama saat dihubungi lewat pesan WhatsApp oleh redaksi aktual.com pada Senin (19/2/2024) memberikan jawaban bahwa perseroan telah melakukan provisi (pencadangan kerugian) atas kontrak LNG dengan Gunvor (2024-2027) sesuai Laporan Keuangan.
“Terkait hal tersebut, PGN berkomitmen untuk memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan MSPA (Master Sales Purchase Agreement) dan para pihak terus melakukan upaya terbaik dalam pemulihan kondisi force majeur. Kami tidak dalam kapasitas memverifikasi perhitungan berdasarkan asumsi oleh pihak lain,” jelas Rachmat.
Adapun mengenai Bond yang akan jatuh tempo, dia menerangkan bahwa PGN memiliki posisi keuangan dan cash yang kuat dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.
“Terkait dengan bond PGN dan Saka yang jatuh tempo akan dilakukan melalui pembiayaan internal dan external,” tambahan Rachmat.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (19/2/2024) mengatakan KPI (Key Performance Index) Direksi PGN tengah diuji sejauh mana kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan besar yang sedang dialaminya.
“Sebagaimana diketahui Gunvor Singapore Pte Ltd pada November 2023 lalu telah menolak ‘force majeure’ yang diajukan PGAS untuk menghindari kerugian akibat gagal suplai LNG,” ujar Yusri.
Untuk itu Yusri mengingatkan, perlu menjadi perhatian Ernst Young (EY), sebagai auditor publik yang ditunjuk RUPS PGN, memastikan dampak risiko transaksi LNG dengan Gunvor pada hasil audit laporan keuangan tahun buku 2023 nanti.
“Laporan hasil audit EY ini jelas sangat ditunggu para Bond holder PGAS dan Saka Energi. Laporan ini akan mempengaruhi keputusan investasi dari para bond holder PGN maupun Saka Energi yang nilainya mencapai USD592 juta atau setara Rp9,235 triliun,” ungkap Yusri.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan