Sidoarjo, aktual.com – PT Perusahaan Gas Negara (PGN) terus memperluas pemanfaatan gas bumi untuk masyarakat termasuk pelanggan komersial seperti restoran, hotel dan rumah sakit yang ada di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Sales Area Head PGN Sidoarjo Agus Mustofa Hadi, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (6/8) mengatakan, PGN terus berupaya memperluas jangkauan agar seluruh masyarakat bisa menikmati energi baik gas bumi.
“Sebelumnya, jumlah pelanggan komersial di Sidoarjo memang masih sekitar 9 perusahaan karena penetrasi ke pelanggan komersial baru dilakukan PGN Area Sidoarjo di tahun 2018, yaitu di klaster Taman Pinang,” katanya.
Dan saat ini, kata dia, ada 10 pelanggan komersial baru di klaster Taman Pinang yang telah mengajukan pemasangan gas bumi PGN.
“Tahun ini kami juga akan menyambungkan pipa gas bumi ke klaster UMKM yang ada di daerah Juanda, sekitar 1 kilometer dari ujung pipa jaringan milik PGN di Tambak Sawah. Selain pelanggan komersial, di sana juga ada beberapa pelanggan industri yang akan kami gandeng,” katanya.
Menurutnya, langkah tersebut dilakukan karena PGN memiliki keinginan seluruh segmen masyarakat bisa terlayani gas bumi.
“Keinginan kedua yaitu membantu pemerintah untuk melaksanakan konversi dari elpiji ke gas bumi sehingga bisa menekan angka subsidi,” ujarnya.
Di Sidoarjo, kata dia, pelanggan komersial yang telah menikmati manfaat gas bumi ada sekitar 9 pelanggan, salah satunya adalah Qen-ndi Garden Resto & Grill.
Restoran di Taman Pinang Indah ini telah tersambung dan teraliri gas bumi sejak bulan November 2018. Dan restoran ini termasuk pelanggan komersial yang pertama di Sidoarjo.
“Manfaat yang kami rasakan sangat banyak, baik dari sisi operasional ataupun kinerja perusahaan. Bahkan karena biaya bahan bakar menjadi berkurang banyak, pemilik Qen-ndi akhirnya akan menaikkan gaji karyawan di tahun ini,” ungkap Operasional Manager Qen-ndi Garden Resto & Grill sidoarjo,Yuniarto Setiawan.
Keputusan untuk menaikkan gaji karyawan tersebut setelah melakukan evaluasi kinerja pasca penggunaan gas bumi dalam proses produksi, menggantikan elpiji. Ia mengaku, selisih biaya bahan bakar elpiji dengan gas bumi sangat besar bisa mencapai sekitar 70 persen.
“Kalau dulu, saat menggunakan elpiji, biaya bahan bakar rata-rata mencapai Rp18 juta per bulan. Sekarang biaya itu tinggal Rp3 juta hingga Rp4 juta per bulan. Selain murah, penggunaan gas bumi juga tidak terbuang, beda dengan elpiji. Kalau kami membeli elpiji 50 kilogram, yang bisa digunakan hanya sekitar 85 persen hingga 90 persen, sisanya terbuang karena membeku. Padahal harga elpiji 50 kilogram saat ini mencapai Rp600 ribu ,” katanya.
Jika dikonversi ke rupiah, kata dia, efisiensi tersebut rata-rata bisa mencapai Rp12 juta per bulan atau sekitar Rp144 juta per tahun. Dengan kondisi tersebut, maka pihaknya bisa berbuat banyak untuk perusahaan, di antaranya bisa menekan harga jual saat harga bahan baku melonjak.
“Perusahaan menjadi semakin sehat dan kesejahteraan karyawan jadi semakin bagus. Di sisi lain, penggunaan gas bumi juga meringankan beban karyawan, karena tidak ada lagi pekerjaan mengangkat tabung atau memantau isi tabung sebab gas akan secara otomatis mengalir dari pipa saat kompor dinyalakan,” ujarnya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin