Jakarta, Aktual.com – Sektor-sektor pertambangan selama ini juga mengalami kelesuan perekonomian. Hal itu membuat banyaknya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan sektor ini. Kondisi tersebutterjadi bukan hanya karean harga komoditas di global yang melemah tapi juga dipicu kebijakan pemerintah yang tak berpihak.
Menurut Ketua Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Muliawan Margadana menyebut keputusan pengusaha melakukan PHK juga lantaran beratnya beban biaya ketenagakerjaan.
“Karena aturannya di sektor pertambangan juga juga terkena peraturan tenaga kerja yang cenderung kaku, yaitu tanpa diikuti produktivitas yang seimbang di industri pertambangan,” kata dia, di Jakarta, Rabu (23/8).
Dengan kondisi itu, kata dia, membuat banyak perusahaan tadnang cenderung untuk menggunakan pekerja kontrak atau outsourcing. “Karena beban biaya jaminan sosialnya tinggi, totalnya bisa sampai 10,24 sampai 11,74 persen. Di industri tambang, itu menjadi beban terbesar pemberi kerja. Lalu kenaikkan upah minimum sampai 14 persen, dan juga ada cadangan pesangon delapan persen,” jelas dia.
Dia juga mengakui, kalau kondisi perekonomian global dengan harga komodutas yang berat juga membuat beban tinggi di perusahaan. Sejauh ini terjadi fluktuasi harga barang tambang yang diatur oleh mekanisme harga global.
“Sehingga di tahun 2014-2016 itu, misalnya ada PHK massal terjadi di Kalimantan. Itu jelas sangat berpengaruh terhadap ekonomi lokal. Hotel-hotel relatif sepi dan seterusnya,” tutur dia.
Kondisi tersebut karena memang perusahaan mengalami kerugian, sehingga satu-satunya untuk menutupi beban tersebut adalah dengan melakukan PHK.
“Karena soal harga itu enggak ditentukan oleh kita sendiri sebagai penjual dan pembeli. Justru kontrol harga dilakukan secara internasional. Kalau harga batu bara turun, ya turun sedunia, harga emas turun, juga turun sedunia,” papar Muliawan.
Menurutnya, PHK massal memang terjadi pada saat harga komoditas tambang mulai menurun. Kondisi fluktuatif harga komoditas tambang saat ini memiliki gejolak, atau kerap terjadi setiap empat sampai lima tahun, atau ada kecenderungan naik turun yang begitu tinggi dalam masa tersebut.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka