Jakarta, Aktual.com – Restoran-restoran yang ada di bandara akan dilarang menggunakan bahan baku minyak goreng untuk memasak. Sebab minyak goreng dinilai dapat memicu terjadinya kebakaran.
Larangan dikeluarkan PT Angkasa Pura II, menyusul peristiwa kebakaran di JW Loung Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (5/7) pagi.
Direktur Operasi dan Teknik Djoko Murdjatmodjo mengatakan, pihaknya telah menyampaikan surat edaran kepada seluruh penyewa tempat (tenant) terkait informasi tersebut.
“Kalau jualannya harus digoreng di situ dan masak di situ, ya kami persilakan pindah ke tempat lain. Yang di situ (terminal penumpang), silakan cari produk yang tidak perlu menggoreng,” kata dia, Senin (6/7).
Pihaknya juga akan mencarikan jalan keluar bagi restoran-restoran yang menggunakan minyak goreng, seperti restoran cepat saji untuk tidak menyewa ruang komersial di terminal penumpang, tetapi di luar itu.
“Atau kalau restoran itu ingin tetap di situ mari cari tempat yang terpisah dari gedung terminal, misalnya di parkiran. Motivasi kita lakukan, tapi komersial juga kita pertimbangkan. Hanya saja jangan kalahkan keselamatan,” katanya.
Disinggung mengenai pendapatan yang berkurang, Djoko mengaku hal itu tidak menjadi masalah asalkan tidak mengorbankan keselamatan.
Selain tidak boleh menggunakan minyak goreng, dia mengatakan, setiap restoran juga tidak boleh menggunakan kompor, selain kompor listrik karena bisa memicu kebakaran, kecuali microwave.
“Tapi, kalau tidak dicek berkala microwave itu, kerak-kerak minyak yang ada di dalam itu juga bisa membahayakan, bisa menyebabkan kebakaran,” katanya.
Pelarangan penggunaan minyak goreng merupakan salah satu upaya AP II untuk memperketat peraturan yang ada di terminal Bandara Soekarno-Hatta agar kejadian kebakaran pada minggu pagi tersebut tidak terulang.
Peraturan lainnya yang tercantum dalam surat edaran tersebut, seperti pembagian server listrik menjadi dua agar terdapat cadangan (backup) dan ditempatkan di tempat yang berbeda serta pengecekan berkala yang awalnya satu tahun sekali menjadi dua kali.
Djoko mengkalim pihaknya sudah memiliki prosedur standar operasional (SOP) penanganan kondisi krisis, seperti kebakaran dan saat ini tengah mengkaji kembali aspek-aspek lainnya.
“Kita ada ‘airport emergency plan’ dan ‘airport emergency committee’. Di situ sudah diatur bagaimana menangani kebakaran di sisi udara, di pesawat gimana bagaimana dan di gedung bagaimana,” katanya.
Dia mengatakan pihaknya mewajibkan setiap penyewa ruang komersil untuk memiliki alat pemadam api ringan (Apar) dan melarang untuk menggunakan kompor minyak dan kompor gas.
Namun, dia mengataku saat ini pihaknya belum memiliki ruangan untuk menampung penumpang dalam keadaan kontigensi, seperti kebakaran kemarin dan saat ini penumpang masih dialihkan ke “Umrah Lounge”.
Meskipun belum diketahui penyebab kebakaran, Djoko mengatakan sebagian besar penyebab kebakaran karena listrik, karena itu pihaknya juga memperketat penggunaan listrik oleh para penyewa, seperti kabel yang harus rapi dan tidak menumpuk stop kontak.
Ditemui terpisah, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memerintahkan kepada AP II untuk membuat manajemen keterlambatan atau “delay management” sesuai standar ISO.
“Kita minta AP II dan Garuda Indonesia memperbaiki SOP tentang ‘delay management’, lalu harus di-ISO-kan,” katanya.
Jonan memberikan waktu satu bulan agar AP II dan Garuda Indonesia memperbaiki SOP tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: