Jakarta, Aktual.co — Dalam pidato pembukaan Konferensi Asia-Afrika, Presiden Joko Widodo banyak menyentuh sejumlah permasalahan. Bahkan, pidato Jokowi menyingung sikap dan tindak tanduk terhadap negara-negara maju dan organisasi perkumpulan negara di dunia terhadap bangsa bangsa Asia Afrika yang belum mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi. Ketua DPP Partai Gerindra menilai, pidato Jokowi tanpa langkah nyata akan menjadi retorika belaka.
“Pidato pada pembukaan KAA hanyalah sebuah retorika dari seorang Jokowi. Sebab Jokowi sendiri sebagai kepala pemerintahannya masih takut menghadapai korporasi-korporasi asing yang banyak mengeruk kekayaan sumberdaya alam di Indonesia, seperti dengan mengabaikan UU Minerba yang melarang ekport hasil tambang konsetrat dan memberikan izin ekport hasil tambang konsetrat kepada Freeport dan Newmont sebagai representative dari negara-negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia,telah menghabiskan 70 persen sumber daya bumi,” ujar waketum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (23/4).
Dikatakannya, dalam hal kesejahteraan, hal tersebut hanyalah retorika tanpa ada kebijakan Jokowi untuk merubah rezim upah murah bagi buruh di Indonesia yang diciptakan oleh Konsensus IMF ketika membantu Indonesia saat krisis 1997. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF dan ADB adalah pandangan yang usang yang perlu dibuang.
“Pidato ini tidak sesuai dengan kebijakan ekonomi Jokowi yang banyak menuruti kemauan Bank Dunia akibat utang Indonesia yang ada di Bank Dunia serta tidak akan dikucurkannya Bantuan Bank Dunia jika tidak menaikan harga BBM dan menghapus subsidi BBM yang berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat dan penghasilan masyarakat serta meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, Jokowi tidak mengerti betul tentang makna pidatonya yang meyinggung peran ADB, IMF dan World Bank dalam mempengaruhi perekonomian negara yang dipimpinnya. Pasalnya, jika tidak perlu ADB ,IMF dan World Bank, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, pemerintah mengalokasikan pembiayaan program sebesar Rp7,14 triliun. Didapat dari pinjaman dari Bank Dunia dan ADB itu akan dipakai untuk pembenahan program subsidi bahan bakar minyak (BBM) bermekanisme tetap.
“Dengan semangat KAA sebaiknya Jokowi harus segera merubah sistim ekonomi Indonesia yang selama ini sangat neolib menjadi sistim ekonomi yang berbasis pada Trisakti dan Nawacita. Batalkan semua rencana pinjaman luar negeri dari ADB dan Bank Dunia untuk menutupi defisit APBN 2015 serta membatalkan semua izin ekport hasil tambang konsetrat oleh korporasi asing sebagai kepanjangan negara negara yang menikmati kekayaan 70 persen kekayaan alam dunia dan tidak melakukan privatisasi BUMN serta mengelola dana BPJS tanpa turut campur ADB,” pungkasnya.
Jika tidak dilakukan, pidato Jokowi di pembukaan Konferensi Asia Afrika, hanya akan menjadi retorika belaka dan angin surga saja.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka

















