New York, Aktual.com – Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dalam kesempatan pidato pertamanya pada Senin (27/09) di hadapan Majelis Umum PBB, tidak menyinggung secara langsung alestina dalam sambutannya.
Dalam kesempatan itu pidato Bennett terkait konflik Israel-Palestina hanya menyinggung Iran mendukung kelompok-kelompok militan anti-Israel seperti Hamas dan Jihad Islam.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki kepada Reuters mengatakan Bennett tidak akan menjadi mitra bagi Palestina dalam proses perdamaian dan negosiasi.
“Dengan sengaja menghilangkan referensi ke Palestina mencerminkan ketakutannya akan hal itu, dan sekali lagi membuktikan kepada masyarakat internasional bahwa dia bukan dan tidak akan menjadi mitra bagi Palestina dalam proses perdamaian dan negosiasi,” kata Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki kepada Reuters.
Perlu diketahui, sebelumnya Pidato Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dalam pidatonya di PBB pekan lalu, menyatakan dukungan baru AS untuk solusi
dua negara, setelah Trump menjauhkan diri dari prinsip lama kebijakan AS, tetapi mengatakan Israel dan Palestina masih jauh dari mencapainya.
Para pembantu Biden sadar bahwa tekanan AS untuk dimulainya kembali pembicaraan damai yang telah lama terbengkalai dapat mengganggu stabilitas koalisi Israel yang rapuh.
Berbicara di Majelis Umum pada hari Jumat, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menuduh Israel menghancurkan solusi dua negara dengan tindakan yang dia katakan dapat menyebabkan Palestina menuntut hak yang sama dalam satu negara dwinegara yang terdiri dari Israel, Tepi Barat dan Gaza. Baca selengkapnya
Dalam kesempatan pidatonya Bennett malah berfokus pada perjanjian normalisasi penting Israel yang ditengahi oleh pemerintahan Trump tahun lalu dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko. “Lebih banyak lagi yang akan datang,” katanya.
Israel telah menyebut hubungan diplomatik barunya sebagai membantu membangun benteng regional melawan musuh bersama mereka, Iran.
Para pejabat Palestina mengatakan mereka merasa dikhianati oleh saudara-saudara Arab mereka karena mencapai kesepakatan dengan Israel tanpa terlebih dahulu menuntut kemajuan menuju pembentukan negara Palestina.
Artikel ini ditulis oleh:
Nurman Abdul Rahman