Jakarta, aktual.com – Hujan deras mengguyur sejak sore hari di penutup tahun 2019, kala orang-orang tengah siap berpesta menyambut malam pergantian tahun.

Curahan air dari langit itu tidak berhenti hingga tahun berganti, di hari pertama 2020 banjir menjadi “kado” tak terduga warga Ibukota.

Banjir mengepung sejumlah daerah di Jakarta dan sekitarnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada 1 Januari 2020, terdapat 169 titik banjir di seluruh Jabodetabek dan Banten dengan titik banjir terbanyak di Kota Bekasi sebanyak 53 titik.

Sebagian daerah kerap langganan banjir seperti Kampung Pulo di Jakarta Timur, Kembangan Jakarta Barat dan Kelapa Gading Jakarta Utara. Tentunya warga yang tinggal di wilayah-wilayah rawan banjir tersebut sudah mafhum apa yang harus dilakukan ketika banjir datang.

Berharap banjir tak akan lama menggenang. Warga yang rumahnya berlantai dua atau lebih, memilih untuk tetap bertahan sekaligus menjaga keamanan rumah dari kejahilan orang-orang yang memanfaatkan keadaan.

Sebab, banyak kasus ketika rumah ditinggalkan pemiliknya saat mengungsi, ada yang menggunakan kesempatan untuk mengambil barang-barang warga.

Karena sudah merasa terbiasa menghadapi banjir setiap tahunnya, maka warga memilih bertahan di rumah.

Seperti di Kampung Pulo, masih cukup banyak warga yang bertahan di lantai dua rumah pada hari kedua banjir melanda.

Akibat banjir, dampak lainnya juga akan mengikuti seperti listrik padam, kekurangan air bersih hingga sulitnya mengakses bahan makanan. Tentunya udara lembab dan dingin juga akan mempengaruhi kesehatan seseorang dalam kondisi serba terbatas.

Namun, bukan melulu karena masalah keamanan semata atau karena sudah terbiasa, tapi ada juga warga yang tidak menyangka banjir tiba-tiba datang mengepung rumahnya sehingga tidak sempat mengamankan diri. Alasan lain, karena sempitnya gang menuju rumah mereka, sementara ketinggian air tidak mungkin lagi diterobos tanpa bantuan alat seperti perahu karet.

Alhasil, mereka terkurung banjir di rumah sendiri. Misalnya, lansia yang sakit dan tidak bisa bangun dari tempat tidur atau bahkan bayi yang berusia hitungan bulan.

Mau tidak mau mereka yang terkurung banjir hanya pasrah menanti tim penyelamat untuk dievakuasi. Seperti Sarah, bayi berusia tiga bulan dievakuasi dari kediamannya di Komplek Ciledug Indah 1 Tangerang yang terendam banjir sekitar 150 Cm.

Evakuasi korban

Banjir di awal tahun menimbulkan duka mendalam bagi para korban. BNPB mencatat hingga Jumat (3/1) pagi jumlah korban jiwa mencapai 43 orang.

“Korban terbanyak akibat terseret arus banjir dan tertimbun tanah longsor,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo.

Korban meninggal dunia terbanyak di Kabupaten Bogor 16 orang, disusul Kabupaten Lebak (8), Jakarta Timur (7), Kota Depok dan Kota Bekasi, masing-masing tiga orang, serta Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Kota Bogor, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Bekasi, masing-masing satu orang.

Selain terseret arus banjir sebanyak 17 orang dan tertimbun tanah longsor sembilan orang, korban jiwa juga terjadi karena tersengat arus listrik delapan orang dan hipotermia tiga orang. Sebanyak lima orang lainnya masih dalam pendataan dan satu orang dilaporkan masih hilang.

Untuk mencegah bertambahnya korban jiwa, Kepala BNPB Doni Monardo meminta pemerintah daerah (pemda) untuk tegas mengingatkan warga dan bila perlu memindahkan warga yang masih menempati rumah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) sebelum terjadi dampak yang lebih besar.

“Na,  sebagian warga masih bertahan di rumah, karena takut harta bendanya dicuri dan sebagainya,” katanya.

BNPB bekerja sama dengan pihak kepolisian dan TNI dalam melakukan pengamanan harta benda masyarakat yang tertimpa musibah banjir.

“Nyawa lebih penting dari harta benda, karena harta benda bisa dicari lagi sementara nyawa tidak tergantikan,” kata Doni.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan warga perlu diedukasi untuk mengungsi terutama yang tinggal di wilayah rawan.

“Jika wilayah itu surut, ya, tidak apa bertahan 1-2 hari. Umumnya kebutuhan dasar seperti makanan masih bisa dikirim atau diambil. Tapi jika rumahnya tidak kuat dan berisiko rubuh lebih baik segera mengungsi,” kata Harry Hikmat.

Warga diminta untuk tidak kembali dulu ke rumah, terutama yang rumahnya di sekitar DAS. Hal itu bukannya tanpa alasan karena berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ada kemungkinan terjadi intensitas curah hujan ekstrem di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah hingga 15 Januari 2020.

Bahkan BMKG memprediksikan puncak musim hujan akan berlangsung pada Januari dan Februari 2020.

Karena masih tingginya potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja mengimbau warganya untuk mengungsi dan menjauhi titik lokasi rawan banjir mengingat genangan air masih merendam permukiman.

Begitu pula dengan Wakil Wali Kota Tangerang H Sachrudin berharap sejumlah warga yang masih bertahan di rumah dengan kondisi banjir setinggi 80 Cm agar bersedia dievakuasi demi keselamatan.

Hingga saat ini data BNPB mencatat jumlah pengungsi di Jakarta sebanyak 21.940 jiwa, di Kota Bekasi sebanyak 149.537 jiwa, kabupaten Bekasi 2.846 jiwa, Kota Tangerang 3.350 jiwa, Tangerang Selatan 700 jiwa, Kota Depok 105 jiwa, Bogor 456 jiwa dan Kabupaten Lebak 428 jiwa. (Eko Priyanto)

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin