Ilustrasi AI chatgpt

Jakarta, aktual.com – Wacana mengakhiri pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung kembali menguat setelah Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan dilakukan melalui DPRD dengan alasan biaya politik yang mahal. Gagasan ini pun sebelumnya pernah disampaikan Presiden Prabowo Subianto.

Meski menuai kritik karena dinilai berpotensi memangkas hak pilih rakyat dan memundurkan demokrasi, namun ada jalan tengah agar usulan tersebut berjalan.

Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini mengajukan inovasi mixed method atau campuran. Pertama, pilkada tidak dilakukan secara langsung tetapi dipilih oleh DPRD. Kedua, calon gubernur dan calon bupati/walikota bukan ditetapkan elit partai tetapi berasal dari unsur pilihan masyarakat, yakni 3 anggota DPRD terpilih dengan suara terbanyak dari propinsi atau kabupaten/kota tersebut.

“Ini merupakan jalan tengah antara demokrasi liberal yang rusak sekarang dengan menghindari sistem pemilihan DPRD seperti Orde Baru,” papar Didik, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/12/2025).

Menurutnya, pilkada langsung membutuhkan ongkos yang sangat mahal, namun pemilihan tidak langsung juga tidak bebas dari masalah karena hanya elite yang terlibat.

“Jika pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD seperti zaman Orde Baru, itu akan menghilangkan hak pilih rakyat sekaligus memundurkan sistem demokrasi,” ujarnya.

Namun, kata Didik, persoalan paling serius justru datang dari keterlibatan teknologi dalam pemilihan langsung.

“Pemilihan langsung selama dua dekade terakhir ditandai oleh keterlibatan alien, seperti AI, bots, buzzer dan barang asing lainnya, yang merusak sendi-sendi demokrasi,” katanya.

Akhirnya, ucap Didik, demokrasi bergeser dari dialog menjadi manipulasi mesin. Dialog dalam demokrasi disapu oleh suara ‘mesin’ media sosial.

Didik menilai kondisi tersebut melahirkan kepemimpinan pencitraan. “Hasilnya adalah pemimpin pencitraan, yang tidak menampakkan wajah aslinya,” katanya.

Meski begitu, Didik menegaskan mengembalikan pilkada sepenuhnya ke DPRD juga berisiko.

“Ini sama dengan keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya,” ujarnya.

Laporan: Taufik Akbar Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi