Surabaya, Aktual.com – Di tengah masih merebaknya pandemik COVID-19, gaung Pemilihan/Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 mulai menggeliat.
Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 akan dilangsungkan oleh 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Namun, sederet nama yang dicalonkan oleh parpol sarat dengan politik dinasti, kekerabatan atau keluarga dari para politikus, tokoh daerah maupun nasional. Dimana sebagian di antaranya masih belia dan tidak punya rekam jejak di dunia politik sebelumnya seolah alias ujug-ujug dan aji mumpung.
Kerabat tokoh politik nasional yang sudah mengantongi dukungan dari partai politik, misalnya Gibran Rakabuming Raka (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP), putra Presiden Joko Widodo, sebagai bakal calon wali kota Solo, yang membuat Ahmad Purnomo yang dicalonkan DPC PDIP Solo harus mengalah.
Kemudian Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (Partai Gerindra), sebagai bakal calon wakil wali kota Tangerang Selatan; Siti Nur Azizah (Partai Demokrat), putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, sebagai bakal calon wali kota Tangerang Selatan.
Selanjutnya Bobby Nasution (Partai Gerindra), menantu Presiden Joko Widodo, yang akan maju sebagai calon wali kota Medan; Irman Yasin Limpo (Partai Golkar), adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, sebagai bakal calon wali kota Makassar.
Jawa Timur dalam Pilkada 2020 ini terdapat 19 kabupaten dan kota yang akan menyelenggarakan pesta demokrasi serentak tersebut, juga tidak terlepas dari politik kekerabatan.
Seperti Hanindhito Himawan Pramana, putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung, sebagai bakal calon bupati Kediri yang dijagokan oleh PDIP.
Selanjutnya juga masih dari PDIP, ialah Ipuk Fiestiandani, istri Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, yang mencalonkan diri sebagai bupati, menggantikan suaminya. Setelah sang suami “KO” dalam perhelatan Pilkada Jatim 2018.
Saat itu Azwar Anas yang dijagokan PDIP sebagai calon wagub Jatim berpasangan dengan Gus Ipul dari PKB berhadapan dengan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak yang dicalonkan gabungan parpol di luar PKB dan PDIP.
Dalam perjalanannya, Azwar Anas mundur dengan mengembalikan surat pencalonan kepada PDIP. Anas mundur karena beredar di media sosial foto syur dirinya dengan wanita yang bukan istrinya.
Berikutnya Titik Masudah (Partai Kebangkitan Bangsa) yang merupakan adik Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, menjadi bakal calon wakil bupati Mojokerto.
Bahkan di Kabupaten Ngawi lebih kental kekerabatannya (seperti kerajaan). Bupati dua periode sebelumnya yang juga Wakil Ketua DPD PDIP Jatim Budi Sulistyono rela turun “derajat” menjadi wakil bupati di mana bupatinya dijabat anaknya Ony Anwar.
Kini dalam Pilkada 2020, Ony Anwar dipasangkan dengan Dwi Rianto Jatmiko atau Antok (OK) yang diusung oleh PDI Perjuangan dan koalisi partai politik lainnya.
Bahkan OK menargetkan perolehan suara hingga 90 persen dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Ngawi tahun 2020. OK akan berhadapan dengan kotak kosong, karena tidak ada calon lain di Pilkada Ngawi.
“Karena lawan kami tidak ada, jadi targetnya sudah pasti di atas 80 persen hingga 90 persen,” ujar sang ayah, Budi Sulistyono.
Menurut Kanang, sapaan akrab Budi Sulistyono, pasangan yang diusungnya akan melawan kotak kosong. Pihaknya meyakini warga Ngawi akan memilih pasangan OK, karena sudah jelas memiliki visi misi.
Ia menjelaskan PDIP dan koalisi semua partai politik di Ngawi telah mendeklarasikan untuk mengusung pasangan OK pada Pilkada Ngawi 2020. Ia menilai deklarasi itu merupakan bentuk faktual dari seluruh partai politik di Ngawi untuk memberikan dukungan kepada pasangan OK maju sebagai calon bupati dan wakil bupati (cabup-cawabup) Ngawi.
Selain itu, deklarasi tersebut juga menunjukkan kepada publik bahwa seluruh parpol di parlemen sudah menentukan sikap dan arahnya dalam pilkada mendatang untuk mengusung pasangan OK.
Sementara, Ony Anwar optimistis dapat merealisasikan target perolehan suara hingga 90 persen tersebut. Apalagi, pihaknya dan Antok didukung seluruh parpol pemilik kursi di parlemen serta sejumlah elemen masyarakat di Ngawi.
Surabaya
Politik kekerabatan di Jatim bisa saja bertambah, setelah putra Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Fuad Bernardi, berharap keberuntungan mendapatkan rekomendasi sebagai bakal calon wakil wali kota dari DPP PDI Perjuangan pada Pilkada Surabaya 2020.
“Memang kalau di PDIP saya tidak mendaftar. Akan tetapi, kalau nantinya DPP PDIP merekomendasi saya, sebagai kader partai harus siap,” kata Fuad Bernardi.
Fuad Bernardi yang merupakan putra sulung Wali Kota Risma, bahkan sudah bicara modal sosial dan basis massa apabila benar-benar mendapat rekomendasi PDIP untuk maju di Pilkada Surabaya.
Fuad sudah menyiapkan basis massa sejak lama, sejak ibunya, Tri Rismaharini, memimpin Surabaya.
“Yang pasti, untuk basis massa sudah ada. Saya memang punya massa yang bergerak, teman-teman milenial juga. Kalau seandainya rekomendasi ada nama saya, mereka sudah siap bergerak,” ujarnya.
Basis massa yang dimiliki Fuad Bernardi itu dirawat terus sepanjang 10 tahun perjalanan kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini hingga sekarang.
“Artinya, persiapan itu sudah dibangun sejak lama,” ucapnya.
Namun, keinginan Fuad ini dibantah oleh “emaknya” sendiri Tri Rismaharini, yang berkata “ngawur!”.
“Enggaklah, ‘ono-ono ae arek-arek iki’ (ada-ada saja orang-orang ini),” ucap Risma singkat.
Selain Kota Surabaya, daerah lain yang belum diumumkan oleh DPP PDIP adalah Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Pacitan.
Usai diumumkan keseluruhan akan dilakukan sekolah calon kepala daerah yang akan dibuka langsung oleh Megawati Soekarnoputri dan dijadwalkan diselenggarakan bertahap atau tiga kloter.
Dari 19 kabupaten/kota di Jatim yang menggelar pilkada serentak, hingga saat ini DPP PDI Perjuangan telah mengumumkan 14 pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada 9 Desember 2020.
Pasangan calon kepala daerah yang diumumkan tahap pertama, meliputi Ony Anwar-Dwi Rianto Jatmiko (Kabupaten Ngawi), Sanusi-Didik Gatot Subroto (Kabupaten Malang), dan Achmad Fauzi-Dewi Khalifah (Kabupaten Sumenep).
Berikutnya, pada tahap kedua pengumuman adalah pasangan M Nur Arifin-Syah Natanegara (Kabupaten Trenggalek), Raharto Teno-M Hasjim Ashari (Kota Pasuruan), Hanindhito Pramono-Dewi Maria Ulfa (Kabupaten Kediri), Rijanto-Marhaenis (Kabupaten Blitar), Santoso-Tjutjuk Sunaryo (Kota Blitar), dan Pungkasiadi-Titik Masudah (Kabupaten Mojokerto).
Selanjutnya pada tahap ketiga masing-masing pasangan Setiajit-Armaya Mangkunegara (Kabupaten Tuban), Fandi Achmad Yani-Aminatun Habibah (Kabupaten Gresik), Ipuk Fiestiandani-Sugirah (Kabupaten Banyuwangi), Sugiri Sancoko-Lisdyarita (Kabupaten Ponorogo), dan Kartika Hidayati-Sa’im (Kabupaten Lamongan).
Pengamat politik sekaligus peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdusalam menilai pertarungan di Pilkada Surabaya 2020 akan sengit karena bakal cawali Surabaya Machfud Arifin yang didukung sebagian besar parpol melawan calon yang akan diusung parpol besar yakni PDIP.
“PDIP jelas sangat siap. Kalaupun PDIP berjuang sendiri melawan koalisi besar (Machfud Arifin), itu tidak jadi masalah. Tidak ada istilah koalisi gajah lawan semut di Pilkada Surabaya. Ini gajah lawan gajah,” ucapnya menegaskan.
Surokim menilai meski belum mengumumkan jagoannya itu bukan berarti PDIP dinilai tidak siap. Ia menyebut pengumuman pasangan calon di Pilkada Surabaya sebagai strategi untuk menghadapi Machfud Arifin yang telah memborong dukungan hampir semua partai.
Menurut dia, wajar jika PDIP belum mengumumkan nama calonnya di Pilkada Surabaya karena sudah mempunyai syarat kecukupan kursi untuk mencalonkan wali kota dan wakilnya.
“Memang ini plus-minus kalau sampai saat ini PDIP belum beri rekomendasi. Plusnya, PDIP bisa menyembunyikan peta kekuatannya, yang membuat lawannya menjadi buta terhadap kekuatan dan strategi PDIP. Kan sudah terbukti, hingga sekarang Pak Machfud Arifin, belum menentukan siapa wakilnya, itu salah satunya karena menunggu calon PDIP,” ujarnya.
Namun, minusnya, pada masa pandemi COVID-19 ini, model kampanye berbeda dibanding sebelumnya yang memungkinkan pengumpulan massa. “Ini masa pandemi. Butuh waktu lama untuk sosialisasi karena harus benar-benar patuh protokol kesehatan,” tuturnya.
Surokim pun membeberkan sejumlah faktor bagaimana kekuatan dan kesiapan PDIP di Pilkada Surabaya yang tidak bisa dipandang remeh.
Pertama, faktor sejarah dalam pemilu langsung, di mana PDIP selalu menang di Surabaya. Ini bisa mempengaruhi warga untuk memilih lagi.
Kedua, karakteristik warga Kota Surabaya yang identik dengan kota perjuangan bisa digarap PDIP dengan baik. “Lihat saja, PDIP selalu mengusung jargon gotong royong. Meski pemilih di Surabaya sangat heterogen, tetapi gotong royong itu bisa masuk ke masyarakat langsung,” katanya.
Tak heran, kata dia, jika PDIP punya pemilih yang solid. Rata-rata selama ini berdasarkan statistik kajian pemilu, pemilih partai yang patuh pada rekomendasi partai dalam pilkada hanya sekitar 30-50 persen.
“Tapi, PDIP berbeda. Loyalitas orang yang memilih PDIP untuk mengikuti rekomendasi PDIP di pilkada bisa tembus 60 persen. Apalagi, PDIP pernah mengusung calon dan menang di Surabaya, lalu dianggap sebagai sosok yang sukses membawa Surabaya, yaitu Bu Risma. Ini akan menambah kepercayaan masyakarat terhadap PDIP dan calonnya di Surabaya,” katanya.
Sedangkan pakar politik asal Universitas Wijaya Kusuma Sucahyo Tri Budiono menilai PDI Perjuangan mempunyai pekerjaan berat pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Surabaya 9 Desember 2020. Pekerjaan beratnya adalah mengangkat elektabilitas dari calon yang diusung pada pilkada.
Menurut ia, sampai saat ini partai berlambang kepala banteng moncong putih itu kesulitan mengganti figur sekelas Tri Rismaharini yang sudah diakui prestasinya.
Tidak itu saja, Sucahyo memprediksi pertarungan politik di internal PDI Perjuangan sangat kental, yang terlihat dari saling klaim sejumlah kader dalam mendapat rekomendasi dari DPP.
“Internal sangat kuat pertarungannya untuk mengusung di level wali kota maupun wakil wali kota. Sayang kader yang ada belum melebihi kualitas Tri Rismaharini,” ucapnya.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma itu juga berpendapat bahwa pilihan terbaik untuk kepentingan Pilkada Surabaya maupun Pemilu 2024 adalah menggandeng kekuatan Machfud Arifin (bakal cawali yang diusung sejumlah parpol lainnya)
“Tapi, memang ini pilihan sulit,” katanya. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin