Jakarta, Aktual.com — Penyelenggara pemilu menghadapi berbagai tantangan berat paska putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemberlakuan calon tunggal pada Pilkada serentak. Bila tidak mampu melaksanakan tantangan besar dimaksud, pelaksanaan Pilkada nanti dikhawatirkan justru akan berlangsung amburadul.
“Itu harus diperhatikan secara serius oleh KPU. Bagaimana merencanakan penataan ulang waktu tahapan. Kalau KPU tidak menyelesaikannya secara matang, pelaksanaan Pilkada bisa amburadul,” terang Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz kepada Aktual.com, Rabu (30/9).
JPPR memberikan beberapa catatan yang perlu dipersiapkan dengan matang oleh penyelenggara pemilu. Salah satunya menyangkut teknis tahapan pelaksanaan Pilkada seperti kampanye. Dalam tahapan kampanye misalnya, akomodasi terhadap pilihan “Tidak Setuju” harus sama kedudukannya dengan “Setuju” yang berisi pasangan calon.
Bagaimanapun, masyarakat pemilih harus mendapatkan asupan informasi yang sama sebagai dasar menentukan pilihan dan menilai pasangan calon di kolom “Setuju” layak menang. Untuk itu, alat Peraga kampanye yang disediakan oleh KPU yang dipasang di tempat-tempat publik seperti spanduk dan umbul-umbul juga perlu dipikirkan materi apa yang ada dalam alat peraga “Tidak Setuju” tersebut.
Kemudian mengenai teknis pelaksanaan debat pasangan calon dilaksanakan. Dalam debat, lanjut Hafidz, selayaknya terdapat interaksi untuk saling menguji antar pasangan calon. Yakni dengan adanya sesi tanggapan, sanggahan dan lempar pertanyaan antar pasangan calon.
“Dengan calon tunggal, apakah masih relevan tujuan menguji kapasitas dan ketangkasan pasangan calon dan bagaimana caranya. KPU perlu merumuskan debat agar pemilih tetap dapat menilai keunggulan komparatif meskipun pasangan calonnya hanya satu,” jelasnya.
Permasalahan lain menyangkut mekanisme gugatan atas hasil suara dalam pemilihan calon tunggal. Apabila terjadi penggelembungan suara yang nyata-nyata mempengaruhi hasil penghitungan suara dan menguntungkan pasangan calon “Setuju”, siapa pihak yang berhak mewakili pihak “Tidak Setuju” untuk mengajukan gugatan sengketa hasil suara.
“Meskipun hanya semacam bumbung kosong, keadilan tetap ditegakkan dan pelanggar hukum harus kena sanksi,” tegas Hafidz.
JPPR meminta KPU bergerak cepat membuat banyak peraturan tentang keabsahan calon tunggal. Jika tidak, tujuan MK untuk membuat ketentuan ini lebih pasti justru menjadi blunder demokrasi. Sebab yang ada justru ketidakpastian dalam proses pelaksanaan Pilkada itu sendiri.
Artikel ini ditulis oleh: