Masa kampanye pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di 101 daerah telah dimulai sejak 28 Oktober 2016 dan akan berlangsung hingga 11 Februari 2017, sebelum pencoblosan kertas suara yang dijadwalkan serentak pada 15 Februari 2017.

Terdapat 101 daerah menggelar Pilkada 2017 yakni di tujuh provinsi untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, 76 kabupaten untuk memilih bupati dan wakil bupati, serta 18 kota untuk memilih wali kota dan wakil wali kota.

Tujuh provinsi yang menyelenggarakan pilkada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur adalah Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

Sebanyak 76 kabupaten memilih bupati dan wakil bupati, yaitu Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Jaya, Bener Meriah, Pidie, Simeulue, Aceh Singkil, Bireun, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Tengah, dan Aceh Tamiang (di Provinsi Aceh).

Lalu, Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumut), Kepulauan Mentawai (Sumbar), Kampar (Riau), Muaro Jambi, Sarolangun, dan Tebo (Jambi), Musi Banyuasin (Sumsel), Bengkulu Tengah (Bengkulu), Tulang Bawang Barat, Pringsewu, Mesuji, Lampung Barat, dan Tulang Bawang (Lampung), Bekasi (Jawa Barat), Banjarnegara, Batang, Jepara, Pati, Cilacap, dan Brebes (Jawa Tengah), Kulonprogo (Jawa Timur), Buleleng (Bali), Flores Timur dan Lembata (NTT), Landak (Kalimantan Barat).

Juga Kabupaten Barito Selatan dan Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Hulu Sungai Utara dan Barito Kuala (Kalimantan Selatan), Banggai Kepulauan dan Buol (Sulawesi Tengah).

Kemudian Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara), Takalar (Sulawesi Selan), Bombana, Kolaka Utara, Buton, Boalemo, Muna Barat, Buton Tengah, dan Buton Selatan (Sulawesi Tenggara), Seram Bagian Barat, Buru, Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Tengah (Maluku), Pulau Morotai dan Halmahera Tengah (Maluku Utara), Nduga, Lanny Jaya, Sarmi, Mappi, Tolikara, Kepulauan Yapen, Jayapura, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan Dogiyai (Papua), Tambrauw, Maybrat, dan Sorong (Papua Barat).

Sementara 18 kota yang menyelenggarakan pilkada serentak pada 15 Februari 2017 untuk memilih wali kota dan wakil wali kota adalah Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, dan Sabang (di Provinsi Aceh), Tebing Tinggi (Sumatera Utara), Payakumbuh (Sumatera Barat), Pekanbaru (Riau), Cimahi dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Salatiga (Jawa Tengah), Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Selain itu, Kota Batu (Jawa Timur), Kupang (NTT), Singkawang (Kalimantan Barat), Kendari (Sulawesi Tenggara), Ambon (Maluku), Jayapura (Papua), dan Sorong (Papua Barat).

Masa kampanye diawali dengan pembacaan deklarasi bersama antarpasangan calon kepala daerah. Isinya, siap menciptakan pemilihan yang demokratis, damai dan berintegritas; mewujudkan kemajuan daerah dan menjaga keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; tunduk dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan; dan siap terpilih dan tidak terpilih.

Mereka juga menandatangani pernyataan deklarasi kampanye damai dan berintegritas yang telah mereka bacakan.

Deklarasi kampanye damai dan berintegritas bermakna untuk mengingatkan semua pihak dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu konflik.

Sangat penting Kampanye damai sangat penting karena merupakan awal dari kampanye seluruh pasangan calon. Deklarasi itu membuat seluruh pasangan calon berkomitmen menjaga pelaksanaan kampanye dengan baik, tertib, aman dan damai.

Suhu politik pada masa kampanye biasanya memanas, namun jika setiap pihak mampu mawas diri maka benturan yang tidak diinginkan bisa dihindari.

Demokrasi dalam pemilihan umum hanya akan bernilai bila seluruh pihak yang terkait penyelenggaraan pemilu, memiliki etika, moral dan integritas. Ketika seluruh pihak itu memiliki integritas, moral dan etika, pasti demokrasi akan bernilai.

Masa kampanye yang panjang ini merupakan kesempatan bagi masing-masing calon kepala daerah beserta tim sukses dan pendukungnya untuk mempengaruhi rakyat pemilih sebanyak-banyaknya agar saat pemberian suara dapat memilih sebagaimana diharapkan.

Setiap calon kepala daerah tentu saja menginginkan terpilih dan memenangkan pilkada. Kalau terpilih dan menang, setiap calon pasti siap, namun yang juga ditekankan oleh masing-masing calon kepala daerah juga harus siap tidak terpilih atau siap kalah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengingatkan peserta pilkada mematuhi seluruh aturan selama masa kampanye. Misalnya, aturan pemasangan alat peraga kampanye sehingga mereka tidak memasang di sembarang tempat, seperti di pepohonan, instansi pemerintah, sekolah, dan tempat ibadah.

KPU dan Bawaslu (Badan Pengawasan Pemilu) sudah mengatur titik-titik yang menjadi tempat pemasangan alat kampanye.

Selain itu calon kepala daerah dan seluruh tim kampanye harus menghindari kampanye hitam dan bernuansa SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang bisa memantik konflik antarawarga serta mengganggu pesta demokrasi rakyat.

Dengan ‘kampanye hitam’, kampanye negatif dan berbau SARA hanya akan memicu perselisihan di antara warga. Kekacauan pasti akan timbul.

Esensi kampanye adalah mengajak masyarakat untuk memilih pasangan calon kepala daerah yang sesuai dengan visi dan misi yang disampaikan. Rakyat pemilih akan mengambil keputusan untuk menentukan pilihan kepada calon tertentu yang dinilai memberikan kepastian dan kepercayaan.

Setiap pergerakan kampanye akan diawasi baik secara terbuka maupun tertutup oleh pengawas pemilu, petugas pemantau, masyarakat dan media massa sehingga dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menjaganya agar berjalan baik.

Khusus pelaksanaan kampanye pilkada di daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah, seperti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang hanya menampilkan pasangan calon bupati Haryanto dan calon wakil bupati Syaiful Arifin, pasangan tersebut dapat lebih leluasa berkampanye, tetapi masyarakat boleh tidak mengikuti kampanyenya bila memang tidak menyetujui atau tidak sejalan dengan program-program yang ditawarkan.

Pada pencoblosan kelak, masyarakat yang tidak mendukung satu pasangan calon kepala daerah itu dapat memberikan suaranya ke kotak kosong. Pada pemungutan suara, di lembar surat suara juga terdapat dua kolom yaitu kolom yang berisi gambar termasuk nama pasangan calon dan kotak kosong.

KPU tidak membuat aturan soal kampanye untuk kotak kosong tetapi bila ada orang yang mengampanyekan pilihan tertentu termasuk kotak kosong, diperbolehkan.

Jika ada pemilih yang memilih kotak kosong maka yang bersangkutan tidak bisa disebut sebagai golput karena pada prinsipnya setiap warga negara berhak memilih pasangan berisi nama maupun kotak kosong karena tidak ada alternatif nama calon lain.

KPU Jawa Tengah mengimbau aparat keamanan di Kabupaten Pati yang daerahnya hanya terdapat satu pasangan calon agar tidak melarang pihak-pihak yang mengampanyekan kotak kosong karena merupakan hak politik warga negara yang dilindungi undang-undang.[Ant]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid