Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif (kiri), Saut Situmorang (kedua kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan), dan Alexander Marwata (kanan) berdiskusi dengan wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/6). Diskusi tersebut membahas sejumlah kelanjutan kasus korupsi yang ditangani KP antara lain kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras, kasus dugaan suap pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata sejumlah perusahaan yang diajukan ke PN Jakpus yang melibatkan nama Sekretaris MA Nurhadi, kasus suap hakim tipikor Bengkulu, hingga kasus dugaan suap pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi Jakarta. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihimbau untuk tidak bekerja seolah sedang menjadi ‘abdi dalam’ istana. Pentolan lembaga antirasuah harus bekerja sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang (UU).

Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR DI Fadli Zon, menanggapi perlakuan KPK dalam penanganan kasus RS Sumber Waras.

“Mereka (pimpinan KPK) ini bukan abdi dalam istana, jadi dalam kasus Sumber Waras ini jangan pura-pura bodoh. Pakailah hati nurani,” kata Fadli, di Cikini, Jakarta, Sabtu (18/6).

Dia berpendapat, lima komisioner KPK sekarang sudah masuk dalam belenggu penguasa, namun belum dalam. Maka dari itu, politikus partai Gerindra ini ingin menyadarkan para pimpinan KPK jilid IV.

“KPK sekarang bisa dianggap sebagai alat kekuasaan. Saya nggak mau sampai terjadi seperti itu,” harap aktivis ’98.

Seperti diketahui, penyelidikan kasus RS Sumber Waras di KPK telah sampai pada hasil kesimpulan yang menurut Basaria Panjaitan masih bersifat sementara. Lembaga antirasuah menyebut kasus pengadaan tanah senilai Rp 800 miliar itu tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.

Hasil KPK ini berbanding terbalik apa yang didapatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimana, Chief Auditor negara menghitung adanya kerugian negara mencapai lebih dari Rp 150 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby