Kiri-kana ; Saut Situmorang, Alexander Marwarta, Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif saat melakukan sesi photo bersama usai peresmian gedung baru KPK di Kuningan, Jakarta, Selasa (29/12/2015).Gedung baru KPK yang memiliki konsep secure, smart, dan green ini dibangun di lahan seluas 8.663 meter persegi dengan tinggi 16 lantai resmi digunakan pada Maret 2016.

Jakarta, Aktual.com – KPK mendorong perbaikan lembaga peradilan dengan secara simbolis melempar Pokeball yaitu alat untuk menangkap Pokemon dalam aksi menangkap Mafia Hukum Kelas Monster (Makumon) yang dilakukan Koalisi Pemantau Peradilan.

“Apa yang dilakukan KPK dengan tertangkapnya beberapa panitera dan hakim itu memperkuat sinyalemen masyarakat bahwa memang mafia peradilan itu ada,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di gedung KPK Jakarta, Selasa (26/7).

Terinspirasi dari permainan menangkap monster yang sedang digandrungi, Pokemon Go, Koalisi Pemantau Peradilan membawa boneka Pikachu, salah satu jenis Pokemon dan meminta dua Komisioner KPK yaitu Alexander Marwata, dan Saut Situmorang melempar Pokeball ke arah boneka Pikachu yang dijadikan sebagai Makumon.

Lemparan Alexander dan Saut pun mengenai Pikachu tersebut.

“Kita tidak berhenti dengan upaya atau penangkapan tangan tersebut. Tetapi bagaimana kita bisa mendorong reformasi peradilan terutama di Mahkamah Agung,” tambah Alexander.

KPK sudah melakukan lima Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum peradilan yaitu, pada 12 Februari 2016 terhadap Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum MA, Andri Tristianto Sutrisna yang menerima suap sebesar Rp400 juta untuk menunda pengiriman salinan putusan Peninjauan Kembali (PK).

Pada 20 April 2016 OTT terhadap panitera/sekretaris PN Jakpus Edy Nasution, yang diduga menerima Rp150 juta terkait pengurusan dua perkara Lippo Group, di PN Jakpus. Terkait perkara itu, Sekretaris MA Nurhadi juga dicegah bepergian keluar negeri.

Ketiga pada 23 Mei 2016 OTT terhadap Ketua PN Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba, hakim ad hoc PN kota Bengkulu Toton dan panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy yang diduga menerima suap terkait kasus tipikor penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu tahun 2011.

Kemudian, keempat 15 Juni 2016, OTT terhadap panitera PN Jakut Rohadi untuk pengurusan perkara perbuatan asusila yang dilakukan oleh Saipul Jamil.

Kelima, OTT terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Muhammad Santosa karena diduga menerima suap terkait pengurusan perkara perdata pada 30 Juni 2016.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Nebby