Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang meminta penyidik untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.
Diakui Saut, penyidik sudah mengantongi jadwal dan nama-nama saksi yang akan diperiksa. Kata dia, saksinya ada yang berlatarbelakang sebagai penyelenggara negara maupun pihak swasta.
“Mereka sudah punya jadwal, tapi makin cepat makin berguna,” ucap Saut saat ditemui di JCC, Jakarta, Sabtu (1/10).
Para saksi tersebut bukan hanya akan dimintai keterangan seputar proses pengadaan proyek milik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mereka juga akan dicecar ihwal dugaan-dugaan adanya ‘kongkalikong’ yang berujung pada timbulnya kerugian keuangan negara.
Diakuinya, para penyidik sudah memiliki dan sedang mendalami sejumlah bukti mengenai dugaan korupsi para pihak yang ‘bermain’ dalam proyek senilai hampir Rp5,8 triliun itu.
“Ini banyak yang mulai ‘nyanyi’ dan itu tentu didengar serta didalami penyidik. Sekali lagi saya katakan, penyidik kita pasti melihat dan paham betul,” pungkasnya.
Dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, KPK telah menetapkan dua tersangka. Pertama, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan Sugiarto selaku Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Proyek e-KTP ini dikerjakan oleh lima perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Perum PNRI. Kelima perusahaan itu yakni Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra.
Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala mencetak blanko e-KTP dan personalisasi dari PNRI.
PT Quadra menurut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium, atas intervensi Dirjen Dukcapil saat itu, yakni Irman.
Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang dilakukan pada semester I 2012, pelaksanaan tender e-KTP disimpulkan melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelanggaran tersebut menurut BPK berimbas kepada penghematan keuangan negara.
Dalam auditnya, BPK menemukan ketidakefektifan pemakaian anggaran sebanyak 16 kasus dengan nilai Rp6,03 miliar, tiga kasus Rp605,84 juta. Selain itu BPK juga menemukan pelanggaran dalam proses pengadaan proyek e-KTP.
Terdapat lima kasus yang diindikasikan merugikan keuangan negara senilai Rp36,41 miliar, potensi kerugian negara sebanyak tiga kasus senilai Rp28,90 miliar. Menurut hasil audit BPK juga disimpulkan bahwa konsorsium rekanan yang ditunjuk tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian e-KTP 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak.
Hal tersebut terjadi karena Konsorsium PNRI tidak berupaya memenuhi jumlah penerbitan e-KTP 2011 sesuai dengan kontrak. Dalam audit BPK disebutkan juga bahwa terdapat persekongkolan yang dilakukan antara Kosorsium PT PNRI dengan Panitia Pengadaan.
“Kongkalikong” itu terjadi saat proses pelelangan, yakni penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Diakui BPK, dalam penyusunan dan penetapan HPS bukan berdasarkan data harga pasar setempat yang diperoleh dari survei menjelang dilaksanakannya lelang. Pemilihan dan penetapan untuk beberapa peralatan menggunakan harga uang ditawarkan oleh Konsorsium PT PNRI yang memenangkan pelelangan.
Padahal, proyek pengadaan e-KTP ini membutuhkan anggaran negara sebesar Rp 5,7 triliun, dengan rincian untuk 2011 dananya sebesar Rp 2,26 triliun dan 2012 alokasi anggaraanya senilai Rp 3,5 triliun. (M Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh: