Jakarta, Aktual.com – Penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) dilakukan atas Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang ditandatangani oleh Megawati Soekarnoputri.
Kala itu, putri biologis proklamator Indonesia, Soekarno, memang memegang mandat tertinggi, yakni Presiden. Penerbitan SKL BLBI itu kemudian menjadi skandal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlahan namun pasti menguak dugaan rasuah kebijakan tersebut.
Dugaan KPK, ada kongkalikong dalam penerbitan SKL BLBI, antara Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004, Syafruddin Arsjad Temenggung, dengan pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
Landasan Inpres itulah yang kemudian dipertanyakan ke pihak KPK. “Memang itu (SKL BLBI) kebijakan pemerintah,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (25/4).
Menurut purnawirawan polisi ini, Inpres tersebut bisa saja terindikasi korupsi apabila dalam penerbitannya ada sesuatu yang melanggar Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kebijakan bisa saja terindikasi tindak pidana korupsi apabila dalam proses berjalannya kebijakan itu ada sesuatu manfaat, yang diperoleh untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain,” papar Basaria.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Syafruddin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam penerbitan SKL BLBI untuk BDNI, hingga menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 3,7 triliun.
(Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh: