Presiden Joko Widodo. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden Joko Widodo. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah kembali merilis paket kebijakan ekonomi (PKE) Jilid XIII.  paket tersebut. Dengan Paket kebijakan ini, Pemerintah berharap, bisa merangsang pembangunan perumahan bagi rakyat berpenghasilan rendah dengan harga yang terjangkau.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan memiliki rumah memang lah penting. Namun, lebih penting lagi jika memperbaiki daya beli dan penciptaan kesempatan kerja yang lebih baik.

“Jadi, seharusnya pemerintah mengevaluasi 12 paket kebijakan sebelumnya yang sudah tak begitu jelas nasibnya, ketimbang bikin paket baru yang belum tentu juga bisa dicapai,” ujar Heri di Jakarta, Jumat (26/8).

Menurut Heri, PKE Jilid I-XII, terutama yang terkait dengan investasi, peningkatan kemudahan berusaha terutama UMKM, serta penciptaan kesempatan kerja yang lebih baik, harusnya sudah bisa dinikmati.

“Nyatanya kan tidak. Malahan, kita semua kaget, laporan BPS terbaru menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan 200 ribu orang yang bekerja di sektor pertanian, kemiskinan masih 28 juta orang, ketimpangan juga makin lebar. Ini kan masalah sesungguhnya. Lalu, paket-paket yang sudah dirilis sebelumnya, kemana saja?,” cetus Politisi Partai Gerindra itu.

Mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR ini mengaku khawatir, PKE XIII malah akan bernasib serupa. Yakni, hanya jadi “angin segar” di telinga, tapi tak pernah ada realisasinya.

“Seperti halnya ‘kembang api’ yang menyala indah di awal, tapi mati dalam sekejap,” sindir Heri.

Sementara dalam PKE XIII ini, kata Heri, pemerintah perlu melakukan evaluasi program-program rumah untuk keluarga miskin yang pelaksanaannya masih minimal. Bahkan, dalam beberapa kasus, justru menjadi ajang “transaksional”.

“Rakyat yang sudah miskin, dibebani lagi dengan pungutan yang tidak jelas,” katanya.

Oleh karena itu, Heri mendorong pemerintah untuk merealisasikan paket-paket kebijakan ekonomi yang sebelumnya sudah dirilis, namun evaluasi dan monitoringnya masih absurd. Termasuk juga evaluasi atas skema penganggarannya.

“Ini penting mengingat APBN kita masih kurang sanggup, masih defisit,” pungkas Heri.

(Nailin In Saroh)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan