Sebagai pemohon lanjut Sudarjo hak dan atau kewenangannya mengalami kerugian konstitusi spesifik (khusus), karena pemohon tidak pernah bisa memilih maupun dipilih dan tidak pernah diakomodir kemenanganya memilih untuk tidak memilih.
“Pemohon tidak mungkin memilih partai-partai lainya yang tidak sesuai dengan standar pemohon baik secara landasan ideologis, plaform perjuangan, visi, misi, cita-cita dan tujuan pemilih! Bagaimana rakyat mau memlih apabila partai partai politik lainya tidak sesuai dengan standard dan criteria pemilih,’ sesal Sudarjo.
Silih berganti kekuasaan dari rezim orde baru sampai dengan rezim reformasi lanjut dia, rakyat tidak pernah disuguhkan pemimpin yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.
“Kehadiran pemimpin yang sejatinya bisa melindungi rakyat, bisa mensejahteraakan rakyat, bisa menciptakan rasa keadilan justru yang terjadi sebaliknya. Kehadiran pemimpin di negeri tercinta ini hanya membuat penindasan baru, kemiskinan akut, kemelaratan layaknya sebuah kutukan yang membuat rakyat semakin hari semakin terpuruk, negara seakan akan tidak pernah hadir didalam penderitaan rakyat karena kehadiran pemimpin tidak berdasarkan kedaulatan rakyat,” kata Sudarjo.
Seraya menambahkan “Pemimpin yang hadir dari era orde baru sampai orde reformasi merupakan representasi dari tirani partai politik dan kedaulatan KPU atau penyelenggara Pemilihan Umum. Itulah yang menyebabkan pemohon memilih untuk tidak memilih partai-partai lainnya yang berhianat terhadap Pancasila dan UUD 1945,” jelas Sudarjo.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid