“Karena potensial kerugian menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi karena pemohon selama berlangsung pemilihan umum dari rezim orde baru sampai dengan rezim reformasi tidak pernah memilih ataupun dipilih karena selama ini sikap pemohon memilih untuk tidak memilih. Memilih tidak harus memilih sesuatu suguhan partai partai politik ataupun calon pemimpin yang telah ditentujan oleh KPU karena KPU bukanlah penguasa pemilu yang boleh memaksakan pilihan sehingga keluar dari standar dan kriteria pemilih yang sesuai dengan amanat UUD 1945,” papar Sudarjo.
“Dapatlah kita sepakati bahwa memilih untuk tidak memilih adalah pilihan! Karena memilih untuk tidak memilih adalah pilihan sudah sepantas dan sepatutnya sikap tidak memilih apabila menang harus dibuat regulasinya oleh KPU dan ditetapkan sebagai pemenang didalam pemilihan umum,” tukas Sudarjo.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid