RUPTL 2018

Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018 disebutkan bahwa Realisasi pendapatan penjualan listrik di Sumatera sekitar 11,3 persen dari keseluruhan pendapatan. Pendapatan tersebut didominasi oleh pelanggan rumah tangga yang mencapai 49 persen dari keseluruhan pendapatan penjualan di sumatera. Pada 2017, sektor rumah tangga menyokong pendapatan sebesar Rp17,47 triliun, sektor industri Rp5,87 triliun dan sektor Bisnis Rp6,16 triliun.

Salah satu alasan pembangunan pembangkit listrik adalah demand forecast. Di wilayah Aceh dan sekitarnya terdapat Deman Forecast antara lain seperti KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara dan KEK Arun Lhokseumawe Aceh. Partisipasi listrik swasta (IPP) masih sangat diperlukan dalam RUPTL selama 10 tahun mendatang. Permasalahan dalam pengembangan listrik swasta adalah mundurnya financial close, goverment guarantee, pembebasan lahan dan lain sebagainya.

Proyek PLTA Tampur disebutkan dalam RUPTL berpotensi dibangun pembangkit listrik tenaga air. Dalam proyek ini, posisi PLN sebagai buyer apabila pembangunan PLTA Tampur selesai dibangun. Saat ini proyek PLTA Tampur masih dalam tahap MoU, belum ke tahap lebih lanjut, apalagi tahap PPA.  Artinya, apabila proyek terkendala, PLN bisa saja melakukan pembelian dari IPP lain atau tidak melakukan pembelian dari PLTA Tampur karena bermasalah dengan lingkungan.

Terkait dengan PLTA Tampur, Project Manajer PT. Kamirzu, Dedi Setiadi menjelaskan pembangunan PLTA direncakan memakai 4090 lahan wilayah Desa Lesten untuk menampung genangan air. Warga yang terdampak akan direlokasi ke tempat lain, PT Kamirzu akan menanggung semua kerugian yang dialami masyarakat Lesten. Mulai dari membayar lahan yang digunakan untuk proyek pembangunan PLTA, memberikan fasilitas, membangun rumah yang layak huni hingga menganti lahan perkebunan serta hasil tanamannya.

“Perusahaan sudah membuat laporan per enam bulan sekali. Kita akan terus melakukan survei berkelanjutan sampai tahun 2024. Saat ini kebutuhan listrik di Aceh berkisar sekitar 300 Mw, sementara PLTA Tampur memiliki kapasitas 443 Mw, sehingga terjadi surplus 143 Mw dan arusnya bisa di jual ke daerah lain,” ujarnya.

Menurutnya, izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PLTA Tampur keluar pada tanggal 9 Juni 2017 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur nomor 22.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017. Berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh dan sudah sesuai dengan:
– UUPA nomor 11/2016 pasal 165
– Qanun nomor 7 tahun 2016 tentang kehutanan Aceh pasal 54 ayat 1 dan 2

“Di dalam dokumen AMDAL PLTA Tampur I sudah dibahas mengenai aspek lingkungan termasuk masalah habitat flora dan fauna dan penanganannya, permasalahan ini dibahas dalam RKL dan RPL PLTA Tampur I. Sebagai kewajiban bagi pemilik Izin Lingkungan (SK Gubernur Aceh no 660/DPMPTSP/428/2017) PT. Kamirzu secara priodik melaporkan hasil Pemantauan Lingkungan persemester. Pemantauan Lingkungan ini bekerjasama dengan Balai Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam (BPLH-SDA) Unsyiah Banda Aceh,” jelasnya.

Kawasan Ekosistem Leuser dibagi menjadi 4 kawasan, yaitu Kawasan Hutan Lindung (HL), Kawasan Hutan Produksi (HP), Areal Penggunaan Lain (APL) dan Taman Nasional Gunung Leuser. Lokasi Proyek PLTA Tampur tidak masuk dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan kawasan konservasi. Untuk pemanfaatan Kawasan Hutan ini PLTA Tampur I melalui IPPKH sudah memenuhi persyaratan sesuai undang-undang dan memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sesuai yang tercantum dalam surat IPPKH tersebut.

Terkait rencana luas genangan 4.090 Ha, pihak PT. Kamirzu belum mengeluarkan statement waktu pengisian bendungan akan memakan waktu 1 tahun. Pasalnya statemen ini harus melalui penyelidikan detil. Proses pengisian bendungan pun tidak dilaksanakan secara langsung dengan membendung aliran sungai tampur secara keseluruhan, tetapi dengan memperhatikan faktor curah hujan, cuaca dan debit air sungai. Secara teknis sudah direncanakan tidak akan terjadi kekeringan pada saat pengisian karena sistim pengisian dilakukan secara periodik dan menggunakan metoda diversion tunnel.

Berdasarkan hasil pengamatan geologi yang mencakup satuan batuan dan geologi struktur. Lokasi rencana pembangunan dam disusun oleh batuan metasedimen yang sangat keras dan berumur tua (paleozoikum) dan ini diperkuat dengan hasil pemboran geoteknik yang menunjukan batuan stabil batupasir greywacke dan greywacke siltstone. Struktur yang berkembang searah dengan patahan utama Sumatera dikenal sebagai slip dextral Sistem Sesar Sumatera. Kelompok sesar terletak di daerah barat laut 20 km dari lokasi bendungan. Struktur ini terutama ditandai sebagai struktur Neogen dan memiliki dampak terhadap sesar aktif dalam radius lebih dari 25 km dari lokasi bendungan. Cukup jauh kalau dibilang berada di garis Patahan Sumatera. di sepanjang sungai area rencana bendungan tidak menunjukkan longsoran aktif, bukit yang dibedah, dan fenomena lain yang terkait dengan tanah longsor aktif. Selain itu, kawasan waduk tersusun dari batuan-batuan meta-sedimen dengan kondisi sangat padat, yang tahan terhadap pelapukan dan keruntuhan yang berpengaruh terhadap gerakan massa atau longsoran puing-puing ke dalam Bendungan.

“Dalam layout perencanaan konstruksi bendungan, pihak tenaga ahli menetapkan standar pembangunan badan bendungan penahan air yang mampu tahan terhadap goncangan sampai 9,3 SR,” tambahnya.

Proses ini, lanjutnya, akan didukung dengan penelitian detil mengenai rancang bangun dan akan dipresentasikan dan diuji di Balai Bendung Kementrian Pekerjaan Umum sebelum dikeluarkan Sertifikat Keamanan Bendung sebagai syarat kunci dimulainya konstruksi pembangunan bendungan PLTA Tampur I. Secara Teknis, perjalanan rencana pembangunan PLTA Tampur I masih panjang dan membutuhkan penelitian yang sangat detail. Dari segi perizinan kita tetap mengikuti prosedur dan regulasi yang berlaku baik itu di tingkat pemerintahan Kabupaten, Provinsi maupun di tingkat pemerintahan Pusat.

 

Selanjutnya, Respon Anggota DPR

Artikel ini ditulis oleh:

Eka