Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) menyambut Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull (kedua kiri) serta istri Lucy Turnbull (kedua kiri) saat kunjungan kerja di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (12/11). Kedatangan Malcolm Turnbull merupakan kunjungan pertama kali ke Indonesia setelah menjabat Perdana Menteri menggantikan Tony Abbott. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/15

Jakarta, Aktual.com- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull pada Rabu (6/7) diperkirakan menang tipis dalam perolehan suara untuk membentuk pemerintahan dalam pemilihan umum.

Perkiraan terkini dari stasiun radio ABC menunjukkan bahwa koalisi Liberal-Nasional pendukung Turnbull akan memperoleh 71 dari 150 kursi dalam majelis rendah. Sementara itu, kelompok kiri tengah pimpinan Partai Buruh mendapatkan 67 suara.

Selisih empat kursi tersebut masih sangat tipis mengingat 1,5 juta suara belum dihitung oleh komisi pemilihan umum. Pemilihan itu digelar pada Sabtu.

Keputusan akhir perhitungan suara baru diketahui dengan pasti dalam beberapa pekan mendatang sehingga membuat Australia berada dalam kekosongan politik.

“Pemerintah masih berada di jalur kemenangan untuk membentuk kabinet baru,” kata Menteri Keuangan Australia Scott Morrison kepada ABC.

Kedua pihak bersaing dalam pemilihan umum harus memperoleh 76 kursi yang membentuk kabinet pemerintahan yang disetujui oleh majelis perwakilan rakyat setempat. Saat ini kedua pihak juga tengah memperebutkan dukungan calon-calon independen yang dipastikan memperoleh empat kursi.

“Skenario paling mungkin terjadi adalah pembentukan koalisi mayoritas sangat tipis,” kata pakar survei ABC, Anthony Green.

Perjudian politik Turnbull untuk menggelar pemilu lebih awal gagal membuahkan hasil yang dia harapkan. Sebagaimana terlihat dalam proyeksi ABC, tidak ada mandat yang jelas dari rakyat Australia untuk agenda pemotongan pajak korporasi.

Hasil mengecewakan tersebut membuat Turnbull mendapat serangan baik dari dalam maupun luar koalisinya.

Meski dikritik kalangan dalamnya, kedudukan Turnbull sebagai pemimpin Partai Liberal masih aman dalam jangka pendek.

Di sisi lain, lonjakan dukungan bagi calon-calon independen membuat agenda Turnbull–termasuk di antaranya pembebasan pajak korporasi senilai 37,19 dolar AS selama 10 tahun–semakin tidak mungkin terlaksana.

Jika koalisi pemerintah berhasil memenangi mayoritas kursi parlemen, Turnbull masih harus memperjuangkan legislasi di level Senat yang komposisi kursinya jauh lebih beragam.

Pemilihan umum pada Sabtu itu secara politis untuk mengakhiri kekacauan politik di Australia, di mana ada empat perdana menteri hanya dalam tiga tahun.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Otoritas Turnbull hancur dalam waktu kurang dari setahun sejak dia menyingkirkan mantan perdana menteri Tony Abbott dalam kudeta internal partai.

Sementara itu, Partai Nasional, sekutu koalisi pendukung Turnbull, juga sudah mulai menyuarakan tuntutannya agar diberi wewenang yang lebih karena partai tersebut memperoleh suara di atas perkiraan.

Partai Nasional dikenal sangat keras menentang kepemilikan asing dan perdagangan. Pada Mei lalu, mereka berhasil menggagalkan upaya China mengakuisisi perusahaan peternak sapi besar, S. Kidman & Co, karena dinilai tidak sesuai dengan kepentingan nasional.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara