Jakarta, Aktual.co — Perdana Menteri Irak Haidar Abadi menyebut sekutu antar bangsa, yang telah melawan Negara Islam tidak cukup berperan. Apalagi, anggota konci seperti Arab Saudi tidak membatasi aliran petempur asing ke negaranya.
Pendapat Haidar disampaikan saat negara Timur Tengah dan Barat bertemu di Paris. Mereka mendorong pemerintah Irak lebih terbuka pada suku kecil Sunni-nya. Pertemuan itu berlangsung sesudah kemunduran terbesar tentara Irak dalam hampir setahun. 
Pada 17 Mei, Negara Islam merebut Ramadi dari tentara Irak. Kota itu hanya 90 kilometer di barat Baghdad dan ibu kota Provinsi Anbar, yang berpenduduk hampir semua warga Sunni. Sejak itu, pasukan pemerintah diperkuat milisi Syiah membangun kubu di sekitar kota tersebut. 
Banyak suku kecil Sunni Irak tidak menyukai Negara Islam, tapi juga takut akan milisi Syiah sesudah bertahun-tahun perselisihan berdarah di antara aliran itu. PM Abadi, Syiah moderat, hanya dapat membujuk suku Sunni melawan Negara Islam jika dia menunjukkan dapat mengendalikan milisi kuat Syiah, yang kekuatannya tergantung padanya.
Dia menyakini rencana tersebut cocok dan menolak tudingan bahwa Irak tidak cukup berbuat secara politik. “Kami memerlukan banyak kerja politik pada sisi negara sekutu. Kamii perlu penjelasan mengapa begitu banyak teroris dari Arab Saudi, Teluk, Mesir, negara Eropa. Jika itu karena keadaan politik di Irak, mengapa orang Amerika Serikat, Prancis dan Jerman ada di Irak?” kata dia mempertanyakan.
Abadi menyatakan pasukannya membuat kemajuan terhadap Negara Islam, tetapi memerlukan lebih banyak dukungan dari masyarakat dunia. “Itu kegagalan dunia,” kata Abadi.
“Masalahnya bukan khas Irak. Kami mencoba melakukan bagian kami, tapi Daesh tidak diciptakan di Irak,” kata dia lagi.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu