Medan, Aktual.com – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Kota Medan meminta pihak kepolisian mengusut tuntas dan menindak pelaku aksi premanisme di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara yang menganiaiya mahasiswa pada 21 November 2016.

Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Medan M Ali Hanafiah di Medan, Minggu (27/11), mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan aksi premanisme ketika sekelompok mahasiswa ingin menyampaikan aspirasi.

Kelompok penganiaya mahasiswa tersebut diyakini berafiliasi ke OKP tertentu dan melakukan tindak yang cukup biadab sehingga menyebabkan sejumlah mahasiswa mengeluarkan luka yang cukup parah.

Pihaknya telah melaporkan aksi premanisme dan penganiayaan tersebut ke Mapolrestabes Medan untuk dapat melakukan penegakan hukum, sekaligus memberantas aksi premanisne yang memasuki perguruang tinggi.

PMII Kota Medan juga menyayangkan sikap rektorat UIN Sumut yang terkesan membiarkan aksi premanisme tersebut sehingga menimbulkan korban lebih banyak.

Peristiwa yang terjadi pada 21 November 216 itu semakin memperkuat asumsi selama ini bahwa organisasi yang berbau kelompok preman tidak cocok dibiarkan berkembang di kalangan kampus.

“Jadi, kami minta organisasi berbau premanisme dan tidak mengedepankan intelektualitas untuk keluar dari kampus,” katanya.

Selain meminta penegakan hukum, PMII juga membantah telah melakukan sweeping dan menjadi dalang kerusuhan tersebut, apalagi merusak berbagai fasilitas di kampus UIN Sumut.

Karena itu, pihaknya keberatan dengan pernyataan sejumlah pihak yang menuduh kader PMII yang menjadi dalang kerusuhan tersebut.

“Kader PMII justru menjadi korban. PMII dilahirkan NU untuk menjadi intelektual muda dan tidak mengedepankan premanisme, kader tidak ada melakukan sweeping dan tidak ada merusak fasilitas kampus,” katanya.

Thohir, salah seorang korban penganiayaan di kampus UIN Sumut menjelaskan, peristiwa itu berawal ketika mahasiwa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumut melaksanakan pertandingan futsal pada 19 November 2016.

Dengan alasan lapangan futsal itu akan digunakan untuk kegiatan lain, salah seorang pegawai UIN berinisial HH membubarkan pertandingan tersebut.

Ketika salah seorang mahasiwa bernama Alamsyah Toib Hasibuan meminta penambahan waktu, HH justru marah sambil melakukan pemukulan dan mengeluarkan kata-kata kasar.

Mahasiswa-mahasiswa yang ada di lokasi saat itu sepakat untuk tidak mengembangkan permasalahan, tetapi menginginkan adanya proses hukum atas pemukulan yang terjadi.

Karena itu, sekelompok mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Antikekerasan melakukan unjuk rasa di kampus UNI Sumut pada 21 November.

Ketika unjuk rasa berlangsung, ia dan Alamsyah Toib Hasibuan duduk di kantin Fakultas Dakwan dan Komunikasi. Namun tanpa diduga, sejumlah orang memukuli keduanya dari belakang.

“Sampai saat ini saya tidak tahu siapa yang memukuli karena dipukul dari belakang,” katanya.

Setelah itu, Thohir mengaku ia bersama Alamsyah Toib Hasibuan melarikan diri ke kelompok mahasiswa yang sedang melakukan unjuk rasa dan diselamatkan ke kantor Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.

Kemudian, Thohir dan Alamsyah Toib Hasibuan dibawa ke RS Haji Medan untuk mendapatkan perawatan medis.

Mahasiswa UIN Sumut yang lain MS Angkat menyatakan, setelah Thohir dan Alamsyah Toib Hasibuan dibawa ke RS, beberapa mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan mempertanyakan alasan pemukulan terhadap kedua.

Namun mahasiswa yang bertanya justru mengalami penganiayaan. Peristiwa itu menyebabkan dua mahasiswa bernama Ali Ginting dan Andolan mengalami luka serius sehingga dibawa ke RS Haji Medan.

Tidak lama setelah itu, seratusan orang yang tidak dikenal dan bertato melakukan penyerangan ke dalam kampus UIN Sumut sambil membawa besi, bambu, dan kayu.

“Polisi memang ada, tetapi hanya beberapa orang, polisi tak mampu menahan mereka,” katanya.

Akibat penyerangan kelompok preman tersebut, puluhan mahasiswa UIN Sumut mengalami luka-luka, yang delapan diantaranya mengalami luka serius.

Kedelapan mahasiswa itu adalah Wira (Fakultas Syariah dan Hukum) yang mengalami patah tangan, kepala lecet, dan rusuk patah, Ganesha (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan) yang mengalami kepala retak, dan Yusuf (Fakultas Dakawah dan Komunikasi) yang mengalami patah tangan kiri.

Kemudian, Ari Ananda (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam) yang mengalai luka di bagian kepala, Guntur Hasibuan (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan) luka di bagian kepala, Setia Budi (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan) lembam di wajah, Ari Gandi (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan) kena tikaman di paha, dan Joni Sandri Ritonga (Fakultas Syariah dan Hukum) dipukuli di bagian kepala dan wajah.

Artikel ini ditulis oleh: