Jakarta, Aktual.co — Persetujuan komisi VI DPR RI atas pengajuan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp37,27 triliun untuk 27 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sarat akan lobi-lobi politik dan menimbulkan potensi utang yang semakin membengkak.
”Politisi dan Pejabat di negeri tidak kreatif. Mereka membuat program yang intinya membobol dan membajak APBN seperti PMN untuk dijadikan bancakan,” ujar Mantan Juru bicara Presiden, Adhie Massardi di Jakarta, Kamis (12/2).
Menurutnya, politisi dan pengusaha rutin menjadikan setiap mata anggaran sebagai cara memperoleh keuntungan, bahkan mata anggaran pengadaan Kita Suci pun dijadikan alat mencari laba.
”Para politisi miskin inovasi dalam mencari dana-dana politik. Dulu, juga lazim terjadi di banyak negara, para politisi/penguasa membuat kebijakan ekonomi yang progresif. Dari situ akan melahirkan pertumbuhan ekonomi dan keuntungan finasial penguasaha, yang kemudian membagi laba dengan para pembuat kebijakan,” ujarnya.
Dirinya menyayangkan BPK, KPK dan aparat penegak hukum tidak mau mengawasi perampokan uang negara yang sistimatis dan terstruktur via APBN ini.
“Selain memperoleh keuntungan finansial (komisi) dari PMN yang digelontoran, dengan program ini Menteri BUMN Rini Soemarno akan mendapat dukungan politik dari mereka,” jelasnya.
Terkait isu Rini Soemarno ingin membentuk Partai pendukung Jokowi melalui dana PMN, Adhie menyatakan bahwa hal tersebut sudah masuk kategori pribadi.
”Kalau digunakan untuk modal parpol itu sudah masuk dalam kategori penggunaan pribadi. Hak prerogatif. Tapi ini mengingatkan saya ketika Mantan Presiden Gus Dur memberhentikan Laksamana Soekardi, yang diindikasikan korup dan uangnya buat investasi di parpol. Namun beranikan Jokowi memecat Rini jika terindikasi inves di Parpol?” pungkasnya.
Untuk diketahui, Koalisi Anti Utang (KAU) menilai bahwa keputusan Komisi VI DPR RI sangatlah terburu-buru. Pasalnya, pengajuan PMN tersebut tidak melalui proses perencanaan yang matang.
“Penggelontoran dana PMN untuk BUMN ini tidak didasari perencanaan yang baik dalam tubuh kementerian yang digawangi oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Bahkan dalam kajian kami, sebagian besar PMN yang diajukan ini dialokasikan kepada sektor infrastruktur yang berpotensi justru akan melakukan praktek komersialisasi di BUMN infrastruktur,” kata Pengamat KAU Dani Setiawan.
Ia berpendapat bahwa PMN yang disuntikkan kepada BUMN infrastruktur tersebut akan digunakan hanya untuk menyediakan pendanaan bagi sektor swasta yang akan membangun infrastruktur.
“Jadi potensinya seperti itu,” ujarnya.
Dani mengingatkan, jangan sampai dana yang dikeluarkan dari uang rakyat ini digunakan untuk program dadakan, yang pada dasarnya tidak jelas manfaatnya.
“Bahkan membangun proyek yang tidak ada manfaatnya untuk perbaikan kinerja BUMN,” pungkas Dani.
Sebagai informasi, sumber Aktual mengatakan bahwa keuntungan yang didapatkan dari pembangunan infrastruktur tidak besar, hanya berkisar tiga persen. Sedangkan resiko yang ditanggung begitu besar, seperti denda pembayaran utang ke bank, kendala teknis lapangan hingga molornya pembangunan. Tidak menutup kemungkinan, PMN yang disertakan akan digunakan untuk menutup utang yang sudah ada sehingga kasus bailout century akan terulang kembali.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka

















